Simalungun – Kliktodaynews.com Pakar Hukum Andi Syafrani mengatakan, program yang dibuat seorang calon kepala daerah tak bisa serta-merta disangkakan terkait dengan politik uang. Menurut Andi, politik uang merupakan perbuatan mengajak pemilih untuk memilih calon tertentu dengan kompensasi yang bersifat langsung.
Pemberian tersebut juga termanifestasi dalam bilik suara agar calon tersebut terpilih. “Jadi bukan setelah terpilih,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) itu saat dimintai pendapat, Sabtu (21/11).
Pernyataan Andi sekaligus membantah pernyataan yang mengaitkan Kartu Simalungun Kerja (SiKerja), program yang digagas Calon Bupati dan Wakil Bupati Simalungun Radiapoh Hasiholan Sinaga-H Zonny Waldi, dengan praktik politik uang. Sesuai fungsinya, Kartu SiKerja dibuat sebagai bantuan modal usaha kerja untuk percepatan peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Simalungun.
Manfaat Kartu SiKerja baru bisa dirasakan ketika Radiapoh dan H Zonny Waldi terpilih sebagai bupati dan wakil bupati. “Politik uang itu pada dasarnya dilakukan sebelum pemilihan, bukan setelah terpilih,” jelasnya.
Karenanya, Andi meminta masyarakat membedakan politik uang dengan program kampanye. Kendati ada tujuan yang sama, yakni agar terpilih, tapi ada perbedaan waktu yang menjadi pembeda. “Kalau uang atau janji diberikan secara konkret pada saat pencoblosan, maka itu politik uang. Jika diwujudkan nanti jika terpilih, itu program,” kata dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu.
Menurut Andi, dalam program yang berbentuk janji belum pernah ada yang diproses secara hukum, semisal dianggap melanggap Pasal 187A Undang-Undang Pilkada terkait aturan politik uang. Andi yang pernah menjadi Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma’ruf menjelaskan, dalam proses penerapan unsur Pasal 187A, harus dibuktikan korelasi langsungnya antara pemberian uang atau janji dengan ajakan memilih yang memenuhi unsur kampanye.
Di sisi lain, Andi menyatakan dalam penyusunan program sulit untuk dikonkretkan dalam tawaran yang jelas, seperti penyebutan jumlah atau angka tertentu. Sementara jika tawaran program yang dibuat bersifat abstrak, seperti tanpa nilai tertentu, justru berpotensi tak direspon pemilih.
“Yang jelas, tawaran program harus rasional, juga punya argumen dan tujuan yang jelas. Bukan hanya sekadar tawaran tanpa dasar,” tutur Andi.
Dalam Kartu SiKerja, pasangan Radiapoh-Zonny telah memberikan penjabarannya secara detail, seperti bentuk bantuan hingga siapa saja yang berhak mendapatkan manfaatnya. Kendati demikian, Kartu SiKerja tak berisikan dana, layaknya ATM.
Menurut Andi, gagasan dan ide yang ditawarkan Radiapoh-Zonny dalam bentuk Kartu SiKerja seharusnya diapresiasi. Itu karena program tersebut seharusya dimiliki kandidat lainnya, lantaran kontestasi pesta demokrasi haruslah diikuti kontestasi ide.
“Jika ingin Pilkada lebih rasional, maka diskursus kampanye seharusnya diarahkan pada penilaian terhadap rasionalitas program, bukan sekadar suka atau tidaknya semata,” kata Andi.
Karena itu, Andi menyarankan Radiapoh-Zonny untuk menantang kandidat lain untuk menguji kelayakan program, dalam hal ini Kartu SiKerja. Dengan demikian, para pendukung akan terajak utuk memasuki cara kampanye yang sama, bukan saling menjatuhkan tanpa didasari rasionalitas.(TIM/KTN)