Simalungun – Kliktodaynews.com||-LBH Bara JP dan LSM LRR Simalungun mendesak Aparat Penegak Hukum dan Insatansi terkait di Propinsi Sumatera Utara segera menghentikan kegiatan Galian C (Quary) yang diduga illegal yang digunakan untuk penimbunan proyek jalan Tol Trans Sumatera di Kecamatan Bandar Masilam, Kabupaten Simalungun.
Kedua Lembaga tersebut, sebelumnya telah melayangkan surat terkait izin galian C tanah urug yang tidak memiliki izin serta merusak Ekosistem Lingkungan Hidup yang sangat mengancam kelangsungan hidup masyarakat sekitar. Apalagi aktifitas penggalian tanah urug menggunakan akses Daerah Aliran Sungai (DAS).
Terpisah, Pemerintahan Desa Bandar Rejo mengatakan tidak ada masalah dengan kegiatan penggalian tanah milik urug Supriani Chaniago, karena tidak merugikan PAD.
Namun, menimbulkan pertanyaan bagaimana cara membayar PAD dengan kegiatan penggalian tanah urug illegal, pasalnya surat izin galian c yang di miliki oleh Supriani Chaniago dengan No : 1270/MB.03/DJB/WIUP/2022 tertanggal 30 April 2022, dengan Kode Wilayah : 1112085192022022 masih sebatas pengajuan.
Jika merujuk surat Izin resmi maka dikatakan,
1. Pemberian WIUP batuan komoditas tanah urug ini bukan merupakan surat izin untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan dan dilarang digunakan untuk keperluan lain diluar maksud dan tujuan surat persetujuan ini.
2. Dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah surat persetujuan pemberian WIUP batuan ini diterima, CV.Mitra Nanggara Bayu harus ;
a. Menempatkan jaminan kesungguhan Eksplorasi dalam bentuk Deposito Berjangka pada Bank pemerintah atas nama Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara QQ CV.Mitra Nanggara Bayu dengan besaran jaminan Rp.6.130.500,00 (enam juta serratus tiga puluh ribu lima ratus rupiah) dan,
b. Menyampaikan permohonan izin usaha pertambangan kepada Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan tembusan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara disertai dengan kelengkapan persyaratan.
3. Apabila CV.Mitra Nanggara Bayu tidak mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2 diatas,maka CV.Mitra Nanggar Bayu dianggap mengundurkan diri serta biaya pencadangan wilayah menjadi milik Pemerintah dan WIUP yang telah diberikan menjadi wilayah terbuka.
Namun di ketahui sampai saat ini ternyata Supriani Chaniago selaku pemilik CV.Mitra Nanggara Bayu belum melengkapi segala persyaratan kelengkapan untuk izin galian C teresebut.
Selain itu, Soedarso melakukan kegiatan Penggalian Tanah Urug yang melintasi Daerah Aliran Sungai yang difasilitasi oleh PT.Pembangunan Perumahan (PP.Induk) didalam surat izin milik Soedarso dilarang melintasi DAS karena merusak ekosistem, yang seharusnya CV. Anugrah Lias Baru atas nama Soedarso melintas di lokasi jalan pekerbunan PT.PP. Lonsum.Tbk Bahlias Estate, sesuai AMDAL atau UKL/UPL.
Sehingga disinyalir, adanya Suap ataupun Pungli yang dilakukan oleh Pemerintahan Kecamatan Bandar Masilam bersama Desa.
Aktifitas tersebut sangat jelas merugikan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) Simalungun sebab, disinyalir ada persekongkolan antara Pemerintah Bandar Masilam dengan Oknum PT. Perumahan Pembangunan dan PT. Hutama Karya. kata Direktur LBH Bara JP Fauzi Sirait.
Selain itu, Dugaan data palsu yang digunakan terkait laporan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) Simalungun, ini terlihat dari percapakan whatsApp Ka. UPTD Bandar Masilam Rini bahwasanya Izin yang belum bayar PAD adalah izin atas nama Aulia. Tambahnya
Sementara Aulia selaku pemilik Pertambangan Tanah Urug, mengatakan bahwasanya untuk pembayaran PAD sudah menjadi tanggung jawab Vendor sesuai kontrak yang disepakati bersama sebelumnya. Ucapnya.
Memunculkan pertanyaan, terhadap Pemerintahan Bandar Masilam bahwasanya Pertambangan Tanah Urug yang tidak memiliki izin(diluar kordinat) sudah bayar PAD. bagaimana Pengusaha yang tidak memiliki izin(diluar kordinat) membayar PAD Kabupaten Simalungun, “uangnya masuk khas atau kantong oknum Uspika Kecamatan Bandar Masilam, sebab, izin illegal”, kata Fauzi.
Kedua Lembaga tersebut akan menyampaikan kembali surat dugaan Praktik Suap dan Pungli ini kepada Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan keterangan dari masyarakat.
Menurut informasi, Supriani Chaniago sedang mengumpulkan Surat Kuasa dari masyarakat-masyarakat yang tanahnya menjadi proyek galian tanah urug, dan hal ini semakin menimbulkan kecurigaan, karena dalam hal pengurusan izin galian tanah urug (Galian C) harus pula melampirkan surat kuasa dari masyarakat, “kenapa baru sekarang yang bersangkutan mengumpulkan surat kuasa tersebut, sementara kegiatan penggalian tanah urug sudah berjalan Cukup lama”, tambah Fauzi
Setelah surat Pengaduan Masyarakat (Dumas) dilayangkan sebanyak 2 Kali dari LBH Bara JP dan LSM LRR Simalungun terjadi pemeriksaan (mengambil keterangan) oleh Direskrimum Unit 4 Polda Sumut, Jum’at 9 September 2022, pukul 11.00 Wib. Namun, hingga saat ini belum ada juga penindakan yang dilakukan oleh pihak Aparat Penegak Hukum atas Kegiatan Penggalian Tanah Urug di Kecamatan Bandar Masilam.
Dikarenakan belum adanya tindakan atas usaha illegal tersebut, dan bebasnya beroperasi tanah urug milik Surpiani Chaniago CV. Mitra Nanggar Bayu, Soedarso CV. Anugrah Lias Baru di Kecamatan Bandar Masilam Kabupaten Simalungun, merajalela jugalah perusahaan-perusahaan non legal Beroperasi diantaranya PT. Duta dan PT. Maduma walau diduga jelas tidak memiliki Izin atau diluar Kordinat. dan terindikasi PT Hutama Karya tidak Peduli tanah yang diterima illegal maupun legal.
Anehnya, perusahaan negara PT. Hutama Karya selaku Menkon dan PT. Pembangunan Perumahan selaku Subkon terkesan mendukung usaha diduga illegal tersebut, walau tanah urug tersebut tidak memiliki ijin, dan melanggar UU.
Untuk itu, LBH Bara JP dan LSM LRR Simalungun meminta Presiden RI Ir Joko Widodo, Kapolri, Menteri Lingkungan Hidup, Bumn, DPR RI, Gubernur Sumut, Kapolda Sumut, Bupati, DPRD dan Kapolres Simalungun melakukan tindakan, terhadap pelaku yang melakukan pertambangan tanpa izin.
Sebab, usaha tersebut tidak memiliki izin, Hal itu termasuk tindak pidana yang diatur dalam Pasal 158 UU Minerba yang menyatakan bahwa kegiatan penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(Lima) Tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000.000 (Seratus Miliar Rupiah).
Berangkat dari paradigma konstitusi yang menyatakan bahwa Bumi, Air dan kekayaan alam lainnya dikuasai oleh negara, sehingga dalam hal ini tanah yang menjadi lokasi penambangan merupakan milik negara.
Dalam memperoleh perizinan, terdapat prosedur – prosedur yang tentu harus diikuti dengan tertib oleh para pelaku usaha. Dengan mempedomani prosedur yang ada.
Sebagai contoh pada tahapan eksplorasi, pengusaha pertambangan minerba tidak melakukan tahapan berikutnya, yakni operasi produksi, tanpa seizin pemerintah.
Tindakan tidak sesuai aturan tersebut adalah pelanggaran hukum yang diatur dalam pasal 160 ayat (2) UU Minerba. Tidak main – main perbuatan ini diancam pidana penjara 5(Lima)tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000.000 (Seratus Miliar Rupiah).
LBH Bara JP dan LRR Simalungun mendesak tangkap dan lakukan sidik para Pengusaha Pertambangan Tanah Urug yang telah melanggar aturan Perundang – undangan
“jika tidak dilakukan kita menduga APH dan pihak instansi terkait ada Konspirasi terhadap Perusahanaan – perusahaan yang melakukan Penambangan Tanah Urug yang sudah jelas tidak memiliki Izin IUP OP (diluar titik Kordinat)”, tegas Fauzi.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari Pihak Dirkrimum Polda Sumut, PT Hutama Karya dan PT Perumahan Pembangunan.
Reporter : TIM
Sumber : rumahrakyatonline