Batubara– Penjabat (Pj) Bupati Batubara Nizhamul SE,MM akhirnya mewujudkan Istana Niat Lima Laras di Desa Lima Laras, menjadi Situs Cagar Budaya Kabupaten Batubara. Peresmian itu ditandai dengan pemasangan plang Cagar Budaya bersama Zuriat Lima Laras, Jumat, (31/5).
Keseriusan Nizhamul dalam menjaga warisan bangunan sejarah di daerah itu bukti nyata kinerjanya sebagai penjabat Bupati mampu mengukir prestasi dengan terwujudnya Situs Cagar Budaya Istana Niat Laras .
Penetapan Istana Niat Lima Laras sebagai bangunan cagar budaya berdasarkan ketentuan pasal 33 ayat 1 dan pasal 45 nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya dan surat keputusan Pj. Bupati Batubara nomor 406/Disporabudpar/2024.
Kepada wartawan Nizhamul mengutarakan setelah tahap penetapan Istana Niat Lma Laras sebagai Cagar Budaya , maka langkah – langkah revitalisasi selanjutnya akan terus dilaksanakan.
“Revitalisasi adalah proses menghidupkan kembali apa yang sebelumnya pernah ada. Yang berarti, kita akan menyempurnakan kembali bangunan Istana Niat Lima Laras ini, kembali seperti bentuk aslinya. Artinya, dalam proses konkritnya adalah memperbaiki aspek fisik, ekonomi dan sosial Istana Niat Lima Laras ini,” ujarnya.
Nizhamul mengharapkan agar semua warga Batubara ikut melestarikan. Cagar Budaya Istana Niat Lima Laras.Dengan ikut berperannya masyarakat berarti semakin sadar, peduli terhadap pentingnya menjaga kelestarian cagar budaya ini.
Tidak lupa, dia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam proses penetapan dan pemasangan plang cagar budaya ini.
“Dan kami ucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Zuriyat Lima Laras, atas dukungan dan persetujuannya. Tanpa dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak, tentu upaya pelestarian ini tidak akan berjalan dengan baik,” ucapnya.
Harapannya kepada para Kepala Daerah yang akan memimpin Kabupaten Batubara kedepannya diharapkan untuk terus menggali situs – situs warisan budaya yang ada dan terus berusaha menetapkan sebagai situs cagar budaya.
Perwakilan dari ahli waris Istana Niat Lima Laras, Latipa, mengucapkan terima kasih atas ditetapkan sebagai situs budaya.
“Dengan ditetapkannya Istana Niat Lima Laras sebagai situs cagar budaya, para ahli waris dan masyarakat Kabupaten Batubara sangat mendukung hal tersebut” ucap Latipa.
Latipa mengungkapkan Istana Niat Lima Laras menjadi Situs Cagar Budaya telah lama di dambakan dari masih Kabupaten Asahan.
Dirinya berharap dengan ditetapkannya Istana Niat Lima Laras sebagai situs cagar budaya. Masyarakat dan generasi – generasi muda dapat menikmati peninggalan – peninggalan kebudayaan warisan melayu di Kabupaten Batubara serta diharapkan dapat menumbuhkan ekonomi masyarakat sekitar.
Sejarah Istana Niat Lima Laras
Dari catatan sejarah Istana Niat Lima Laras diketahui memiliki 6 anjungan yang masing-masing menghadap ke arah empat mata angin, memiliki 28 pintu dan 66 pasang jendela.
Lantai bawah dan balai ruangan berornamen China dan terbuat dari beton yang dipergunakan sebagai tempat bermusyawarah. Pada lantai II dan III bangunan diperuntukkan sebagai tempat tinggal keluarga kerajaan dan hanya terbuat dari kayu.
Terdapat beberapa kamar dengan ukuran 30 m2 di lantai II dan III yang dihubungkan oleh tangga yang melingkar di tengah-tengah ruangan istana.Keunikan Istana ini menjadi simbol sejarah Melayu pesisir yang ada di Tanjung Tiram.
Awal Larangan
Berawal dari larangan berdagang yang diterapkan oleh Pemerintahan Hindia Belanda terhadap para raja yang ditentang oleh Datuk Matyoeda. Datuk Matyoeda sendiri adalah Raja Kerajaan Lima Laras XII, yang bertahta pada tahun 1883 – 1919.
Larangan Berdagang tanpa alasan yang jelas oleh pemerintah Hindia Belanda disinyalir akibat dari imbas monopoli perdagangan hasil bumi. Bila ada yang melanggar kebijakan tersebut maka armada beserta isinya akan ditarik paksa oleh pemerintah Hindia Belanda.
Datuk Matyoeda sering berdagang hasil bumi (Kopra, Damar, dan Rotan) ke Malaka, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Datuk Matyoeda sering berhadapan dengan pemerintah Hindia Belanda akibat dari kebijakan tersebut, sehingga timbul niat/nazar Datuk Matyoeda untuk membangun sebuah Istana apabila dapat berhasil dengan selamat. Dan ternyata Datuk Matyoeda dapat berlabuh di pelabuhan Tanjung Tiram dan juga memiliki untung besar dari berdagang hasil bumi.
Bangun Istana
Di perjalanannya, Raja membangun istana dengan biaya sebesar 150.000 Gulden, dengan mendatangkan 80 orang tenaga ahli dari negeri China dan Pulau Penang Malaysia, dan sejumlah tukang yang berasal dari sekitar pembangunan istana.
Datuk Matyoeda bersama keluarga beserta unsur pemerintahannya mendiami lokasi istana sejak tahun 1883 (awal perencanaan pembangunan istana) hingga berdirinya istana pada tahun 1912. Waktu wafatnya Datuk Matyoeda pada 7 Juni 1919, sekaligus penanda berakhirnya kejayaan Kerajaan Lima Laras. Aktivitas di istana berakhir pada tahun 1923, yaitu akhir dari pemerintahan Datuk Muda Abdul Roni (Raja Kerajaan Lima Laras XIII).
Pada tahun 1942 tentara Jepang masuk ke Asahan dan menguasai istana. Pada masa Agresi Militer II, Istana Niat Lima Laras kembali ke Republik Indonesia dan ditempati oleh Angkatan Laut RI di bawah pimpinan Mayor Dahrif Nasution. (*/KTN)