“Seruan PTPN 4 Angkat Kaki” Dari Kabupaten Simalungun Dianggap Tidak Bijaksana Dan Bukanlah Solusi

Ilustrasi Seruan "PTPN 4 Harus Angkat Kaki Dari Kabupaten Simalungun. - Logo Perusahaan BUMN, PT. Perkebunan Nusantara 4. - Simon Nainggolan, Komandan Divisi Intelijen Dan Investigasi TOPAN-RI sumut.
Ilustrasi Seruan "PTPN 4 Harus Angkat Kaki Dari Kabupaten Simalungun. - Logo Perusahaan BUMN, PT. Perkebunan Nusantara 4. - Simon Nainggolan, Komandan Divisi Intelijen Dan Investigasi TOPAN-RI sumut.
Bagikan :

Simalungun-Kliktodaynews.com Beredarnya pemberitaan di beberapa media cetak dan media online yang menyatakan penyebab banjir disebabkan pengaruh Kebun Kelapa Sawit. PTPN 4 dituding dan dianggap hanya sumber persoalan bagi masyarakat tidak bisa membuat solusi, lebih baik angkat kaki dari Kabupaten Simalungun.

Menanggapi hal ini, LSM TOPAN-RI Sumatera Utara merupakan lembaga yang intens melakukan tugas control sosial sebagaimana salah satu fungsinya terhadap perusahaan milik pemerintah di bawah naungan Kementerian BUMN termasuk PTPN 4 sebagai salah satu yang memberi kontribusi dan sumber pendapatan Negara Republik Indonesia.

Menurut Simon Nainggolan, Komandan Divisi Intelijen dan Investigasi TOPAN – RI Sumatera Utara mengatakan, kalau seruan angkat kaki PTPN 4 bukan merupakan solusi dan jauh dari harapan. Jika seruan itu terkait banjir di wilayah areal Kebun Marihat, penyebabnya harus diteliti lebih mendalam dan mencari solusi terbaik untuk seluruh masyarakat.

“Kalaulah ada suatu bidang keilmuan resmi mengeluarkan sertifikat, bahwa dengan angkat kakinya PTPN 4 maka banjir tidak terjadi. Boleh jadi seruan tersebut dipertimbangkan,” kata Simon Nainggolan kepada awak media ini saat ditemui di salah satu warkop sekitaran Perdagangan, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun. Sabtu (8/11/2019) sekira pukul 09.00 Wib.

Kita ketahui bersama, bahwa faktanya keberadaan Kebun Marihat sudah sejak dulu, hingga kini berumur puluhan bahkan ratusan tahun lamanya. Atas Temuan BPK, ternyata sudah ada realisasi proyek terkait penanganan banjir di wilayah Kebun Marihat dengan membangun tembok pengalihan air berbiaya senilai hampir Rp. 3 Milyar.

“Persoalan banjir, kenapa saat ini pula PTPN 4 diributkan sebagai penyebabnya ? Padahal di lokasi banjir itu ada proyek penanggulangan bencana. Dibuktikan hasil temuan LHP BPK terhadap keuangan Pemerintah Kabupaten Simalungun tahun anggaran 2017 yang lalu,” lanjut Simon Nainggolan memperlihatkan photocopy LHP BPK RI, Provinsi Sumatera Utara.

Saat ini, anggaran proyek penanggulangan bencana membangun tembok dan saluran pengalihan air tidak sampai 5 tahun sudah hancur. Dampak tingginya debit air yang mengalir mengakibatkan kerusakan parah ruas jalan Pematang Siantar jurusan ke Tanah Jawa bahkan putus total akibat longsor.

“Masih seumur jagung sudah hancur, sia sia dibangun tembok dan saluran air. Uang rakyat digunakan untuk pembangunan, akibat gagal fungsi masyarakat sangat dirugikan,” tegasnya.

Selanjutnya Simon mengatakan, realisasi pembangunan tembok dan saluran pengalihan air sudah merupakan solusi baik dan benar. Akan tetapi dalam pelaksanaan diduga sarat penyimpangan, maka diharapkan pihak eksekutiflah yang berperan demi kepentingan masyarakat. Berserulah, berdaya guna dan berjuanglah demi kepentingan masyarakat

“Bila pemerintah menggunakan anggaran yang notabene uang rakyat, kenapa hal ini dibiarkan atau sengaja pembiaran ?. Sebaiknya tidak mencari kambing hitam, apalagi maling teriak maling. Sebab kambing hitam bukan berarti maling demikian juga maling belum tentu kambing,” tutup Simon Nainggolan tersenyum simpul.

Terpisah, Rudi Samosir Direktur Lembaga Lingkar Rumah Rakyat (LRR) Indonesia, Sumatera Utara menanggapi sebaiknya proyek ini yang dipertanyakan lebih detail kepada pihak eksekutif sebagai pelaksana, pengguna dan penanggung jawab anggaran. Sebagai pelaksana pekerjaan harus bertanggungjawab, menyangkut jasa konstruksi terkait mutu dan daya tahan diatur oleh Undang – Undang yang berlaku.

“Tembok penahan dan saluran pengalihan air tidak berfungsi semestinya bahkan saat ini sudah hancur. Tentunya dengan kondisi ini diduga proyek itu dikerjakan asal jadi tanpa pengawasan oleh pihak pelaksana,” ujar Rudi Samosir.

Selanjutnya, sesuai dengan bukti bukti fotocopy LHP BPK maka lembaga Lingkar Rumah Rakyat Indonesia Provinsi Sumut akan menyurat pihak terkait atas realisasi proyek penanggulangan bencana dengan pembangunan tembok pengalihan yang dilaksanakan oleh Dinas BPBD Kabupaten Simalungun. Hasil temuan sesuai laporan BPK yaitu kerusakan bernilai Rp 157 jutaan dan kekurangan volume Rp 229 juta lebih maka indikasi mutu bangunan diduga tidak sesuai dengan bestek sehingga daya dan kekuatan tidak maksimal dikerjakan.

“Tidak akan bertahan lama sebuah bangunan yang dikerjakan tidak standar dan tidak bermutu. Kita tindak lanjuti melalui surat resmi kepada pihak terkait, tahap awal kita minta penjelasan atau klarifikasinya,” ujar Rudi Samosir mengakhiri.

Hendra Dimana Sinaga saat dimintai komentar menyebutkan, pihak PTPN 4 harus bertanggungjawab atas galian lubang yang dilakukan oleh pihak perkebunan dalam rangka pengamanan aset perusahaan tanpa memperhitungkan dan mempertimbangkan resiko yang akibat galian di areal perkebunan terlebih disaat musim penghujat seperti saat ini.

“Atas dasar inilah pihak PTPN 4 diminta bertanggungjawab, membuat galian parit di areal kebun dengan dalih selamatkan aset, akhirnya musibah ini merugikan masyarakat,” terang Politisi Partai PPP Kabupaten Simalungun melalui pesan Whatsapp kepada awak media ini.

Ditambahkan, menghimbau agar pihak PTPN 4 segera bertindak melakukan perbaikan atas kerusakan ruas jalan dan terkait seruan ” PTPN 4 Angkat Kaki Dari Simalungun” menurutnya bukanlah sebuah solusi yang baik.

“Kalau seruan PTPN 4 angkat kaki dari Simalungun ini juga bukanlah jalan keluarnya. Terkecuali telah merugikan masyarakat, pihak PTPN 4 sama sekali tidak bertanggungjawab melakukan perbaikan ,” sebut Hendra Sukmana Sinaga mengakhiri. (RY/KTN)

Hendra Sukmana Sinaga, Anggota DPRD Kabupaten Simalungun.
Bagikan :