Batu Bara-Kliktodaynews.com Diduga kuat hanya ingin meraup keuntungan besar, sejumlah perusahaan Nasional yang wilayah kerjanya berada di Kabupaten Batubara banyak mengabaikan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3), terutama terhadap pekerja lokal asal kabupaten Batubara.
Sebut saja salah satunya adalah PT. PP (Pembangunan Peerumahan) milik BUMN yang saat ini sudah melakukan kontrak karya dengan PT. Inalum dalam pekerjaan Mega Proyek Pembangunan Green and Smart Building yang merupakan Induk Holding Industri Pertambangan Inalum yang berpusat di Kuala Tanjung, Kabupaten Batu Bara.
Berdasarkan pantuan media ini, tampak para pekerja lokal yang dipekerjakan di pembangunan gedung Inalum tersebut, tidak memakai perlengkapan yang memadai sebagaimana peraturan utama dalam pelaksanaan aktivitas kontruksi diatas ketinggian yang tidak wajar.
Namun mirisnya, pelanggaran yang dilakukan oleh pihak perusahaan PT. PP itu sepertinya tidak mendapatkan pengawasan dari PT. Inalum, bahkan perusahaan BUMN yang mengelola biji timah tersebut malah terkesan hanya tutup mata
Terkait aktivitas para pekerja yang menyalahi peraturan UU (Undang – undang) tentan tenaga kerja ini, dapat dilihat saat kita berada di areal Gedung yang rencananya akan berdiri setinggi 9 lantai berikut 1 unit ballroom. Sedang di bangunan dengan total luas 32.353 m2 serta areal lahan seluas 2,37 hektar itu, akan kontras terlihat manakala semua pekerja bangunan tidak mengunakan Body Safety Harnes bahkan sewaktu posisi pekerja lokal, bekerja diatas ketinggian 9 lantai.
Mengetahui prihal tidak dilengkapinya alat keselamatan kerja serta alat pelindung diri oleh para pekerja kontruksi yang dipekerjan pihak kontraktor PT. PP, langsung mendapat kecaman dari Muhammad Arifin Efendi, salah seorang pemerhati keselamatan kerja di Batu Bara.
Arifin menilai, bahwa PT. PP terkesan sengaja mengabaik keselamatan pekerja dalam melaksanakan pekerjaan bidang konturuksi bangunan. Sehingga baik PT. PP maupun PT. Inalum patut diduga telah melanggar undang-undang nomer 13 tahun 2003 pasal 87 tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3).
Sebagai salah satu perusahaan BUMN terbesar di negara Republik Indonesia, menurut Arifin, seharusnya PT. PP maupun PT. Inalum sebagai icon contoh sebuah perusahaan yang benar-benar mematuhi pola keselamatan pekerja ataupun memperhatikan seluruh perangkat kerja yang ada dilingkungannya.
Oleh karenanya pantas bila nantinya Presiden Jokowi, menganalisa kinerja Direktur kedua BUMN kebanggannya itu. “Ketika mereka ingkar terhadap keselamatan para pekerjanya, terutama mengabaikan keselamatan para pekerja, maka sama artinya mereka secara tidak langsung telah membangkang atas perintah serta amanah dari pak Presiden”, bilang Arifin.
”Saat ini K3 telah menjadi isu pokok dan menjadi isu kejahatan perusahaan terhadap para pekerja. Sebagai perusahaan besar di republik ini, tak ada toleransi untuk kecelakaan kerja, sudah jelas dalam undang-undang ada sanksi yang melanggar”, ungkapnya.
“Seolah PT Inalum selaku badan pengawas dalam kontrak PT PP ini mencerminkan PT Inalum sebagai perusahaan nasional terkemuka tidak menunjukan profesionalismenya dalam mengabdi untuk indonesia, karna dengan seyogyanya memilih PT PP tak berdasarkan perlengkapan perusahaan yang ditunjuknya.” Kecam aktivis Lingkungan Hidup yang biasanya disapa Ipin itu.
“Jangan disepelekan, jika ada kealfaan atas keselamatan yang dilakukan oleh sekelas perusahaan Nasional seperti PT. PP ini, maka seharusnya Dinas Tenaga kerja propinsi maupun pemkab BatuBara tetap melakukan tindakan tegas sesuai aturan berlaku di NKRI”, himbaunya secara tegas.
Sementara itu kepada awak media diaku SEM Manager PT PP, Taufik Agung bahwa pihak mendapatkan peningkatan nilai produksi atau nilai proyek yang diperoleh dari pengerjaan proyek gedung megah di Kuala Tanjung Justru karena itulah yang menyebabkan perhatian pihaknya jadi sedikit mengabaikan aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3) pada proyek itu.
“Ibarat seperti lalu lintas, ada orang yang tak pakai helm, padahal helm-nya ada dan Polisi dijalanan juga ada, nah.. begitulah kira mencermati apa yang terjadi diwilayah kontruksi kita yang saat masih berjalan di Kuala Tanjung. Body harness sudah kita berikan kepada pekerja, tapi mereka sendiri yang tidak mau pakai, jadi tak mungkin kan harus setiap waktu kita awasi terus, sementara peningkatan nilai kerja harus kita kebut”, ujar Taufik.
Sedangkan terkait adanya kejadian yakni para pekerja yang tidak mengunakan Body Harners di atas ketinggian yang tak wajar, Taufik pun hanya menjawab “kesalahan itu bisa-bisa saja terjadi”.
“Bisa-bisa saja terjadi, itu tergantung dengan kesadaran masing-masing pekerja”, sebut SEM Manager PT. PP ini dengan enteng.
Sebelumnya secara terpisah, Pegawai K3 PT PP kuala Tanjung bernama Frastia, saat ditemui justru megakui kesalahan tersebut terjadi diluar jam kerja.
“Pekerja (yang tak mengunakan Body Hardnes diatas ketinggian lantai delapan) itu, belum bekerja pada waktu jam kerja pada saat itu juga, harusnya yang bersangkutan kan bekerja pada tanggal 16 juni 2019, tapi dia sudah masuk pada tanggal 15 Juni 2019, makanya dia tidak kami berikan kelengkapan K3”, pungkas Frastia berdalih.
Berikut dialog beberapa wartawan dengan Frastia;
1. Apakah pekerja yang masuk pada tanggal 15 tersebut diluar dari tangung jawab PT PP ?
“Itu masih tangung jawab PT PP dan masih menjadi tangung jawab kami”. Tegasnya.
2. Apakah PT PP akui pembiaran terhadap pekerja tersebut salah dalam pandangan hukum?
“Ya, kita akui itu salah kami, tapi kami tidak melakukan pembiaran”, ucap Fras lagi.
Berbeda dengan Plt Kepala dinas Ketanagakerjaan kabupaten Batubara, Erwin yang mengatakan, harusnya perusahaan bisa memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku, bahwa baik karyawan ataupun pekerja yang mereka pekerjakan berhak mendapat jaminan keselamatan saat bekerja.
“Himbauan kita kedepan perusahaan diharapkan untuk mematuhi ketentuan yang berlaku, supaya ada perlindungan hak atas seluruh karyawan yang mereka pekerjakan,” kata, Erwin saat dihubungi, belum lama ini.
Dia menegaskan, apabila pihaknya nanti, mendapati kebenaran PT PP tersebut abai terhadap keselamatan karyawannya, pihaknya tidak akan segan-segan memberikan sanksi kepada perusahaan yang dimaksud.
“Sanksinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bisa sanksi administrasi, sanksi teguran dan sanksi lain yang bersifat rekomendasi supervisi. Sesuai amanat undang-undang nomor 13 tahun 2003,” tutupnya.
Reporter: Tim Liputan
Editor : Bima IS Pasaribu