Batu Bara-Kliktodaynews.com Terkait pinjaman daerah yang berasal dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) atau PT. Sarana Multi Infrastruktur senilai Rp. 220 Milyar, kian menimbulkan polemik. Pro Kontra akan hal ini tak cuma terjadi didalam gedung DPRD Batu Bara saja, banyak publik pun turut memberi masukkan agar pinajaman yang seyogyanya diharap mempercepat pembangunan, nantinya tidak malah menjerat dan merugikan kabupaten ini sendiri.
Rabu (18/9/2019), putra daerah asli Batu Bara yang kini menjadi Kepala Bea Cukai wilayah Provinsi Banten, Elfi Haris Syasi SH, M.Hum terkejut dan akhirnya turut angkat bicara. Demikiam kata Elfi ketika diwawancarai oleh salah seorang wartawan yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Batu Bara (IJAB) melalui telepon selular, bahwa ada 4 aspek yang harus di kaji ulang oleh Bupati dan juga DPRD;
1. Terkait beban APBD empat tahun kedepan. Pinjaman ini pasti memberi dampak penurunan kemampuan belanja APBD. Karena dana akan terpakai untuk membayar pokok pinjaman dan bunga pinjaman sebesar Rp. 11,3 Miliyar.
2. Aspek Pemanfaatan ; apakah dana pinjaman ini benar-benar dianggap urgent dan apakah pemanfaatan nya sudah memiliki kajian yang komprehensif. Misalnya untuk rehabilitasi gedung RSUD. Apakah sudah dipastikan tidak optimalnya RSUD itu karena fisik bangunan atau memang dikarenakan ketidak siapan tenaga medis serta obat-obatan..?? Kalau masalahnya di tenaga medis dan obat-obatan, maka solusinya bukan rehab gedung. Tapi kerja keras Bupati bagaimana agar dapat meningkatkan skill dan disiplin tenaga medis, terkait ini harus dimitigasi dengan benar, dan kalau mitigasi salah, maka akan terjadi pemborosan.
3. Dari aspek yuridis hutang daerah dibenarkan oleh undang-undang, namun dengan persyaratan dan batasan-batasan tertentu. Menurut saya aspek ini harus dipenuhi oleh pemkab.
4. Dari aspek prinsip GOOD GOVERNANCE, pemerintah daerah harus memperhatikan nilai-nilai efisiensi dan transparansi. Dalam hal ini saya yakin bahwa masyarakat, bahkan anggota DPRD atau mungkin juga Pimpinan OPD baru tahu tentang adanya rencana pembiayaan di R-APBD 2019 atau APBD 2020, itupun ketika ada pembahasan di DPRD. Ini berarti arah dan kebijakan pembangunan hanya dibahas oleh orang-orang tertentu yang dipercaya Bupati. Kita harap Bupati lebih transparan dalam menjalankan pemerintahan.
Lebih jauh diuraikan Elfi bahwa dari 4 (empat) aspek tersebut, nilai positif hanya satu. Sedangkan nilai negatif-nya ada tiga. “Jadi sebaiknya menurut pendapat saya, kaji ulang kembali kebijakan ini. Atau jika ingin dipaksakan buat kajian yang komprehensif untuk pemanfaatan nya. Apakah betul-betul sudah terakomodir sesuai kebutuhan masyarakat.
*Dana Pinjaman Jangan Pakai Buat Rehab RSUD*
Terpisah mantan Ketua MPC Pemuda Pancasila (PP) kab. Batu Bara sekaligus tokoh GEMKARA divisi Jakarta, Yakat Ali Khoiron SE, mengatakan bahwa seharusnya dana sebesar Rp. 93,2 Milyar yang bersumber dari alokasi dana pinjaman LKBB sebesar Rp. 220 Milyar, tidak dipergunakan untuk perehaban RSUD Batu Bara melainkan seharusnya ntuk relokasi atau pembangunan RSUD yang baru.
“Lokasi RSUD itu memang tidak cocok ditempat yang lama, padahal dari sisi kontruksi bangunannya kami nilai masih cukup baik dan layak. Herannya pasien disana nyaris terbilang tidak ada, dimana salahnya mungkin pemkab Batu Bara lebih mengetahui hal itu. Oleh sebab itu, jika pemkab masih berkutat meng-otak atik fisik bangunan, jelas hal tersebut merupakan pemborosan”, bilang Yakat.
“Jadi saran kami sebaiknya relokasi saja RSUD ke daerah lain yang lebih layak dan aksesnya mudah dijangkau segala lapisan masyarakat, atau bangun saja Rumah Sakit yang baru di lokasi yang lebih strategis. Karena kalau terlalu jauh, jika terjadi kecelakaan, maka bisa-bisa korban terlanjur tewas dalam perjalanan menuju ke Rumah Sakit atau ke RSUD Batu Bara”, pungkasnya dengan nada bercanda.
Sementara itu pria berkepala Plontos dengan janggut tebal didagunya itupun merasa heran, manakala dari dana sebesar Rp. 220 Milyar yang prioritas penggunaannya untuk pembangunan infrastruktur senilai Rp. 171 Milyar guna dibagikan ke 12 titik lokasi, masih saja memiliki sisa uang sebanyak Rp. 93,2 Milyar lagi.
“Logika matematis-nya dimana, coba bagikan. Dana pinjaman LKBB dari PT. SMI itu kan Rp. 220 Milyar, terus akan dialokasikan untuk Rehab RSUD senilai Rp. 93,2 Milyar, maka sisanya adalah tinggal sebesar Rp. 126, 8 Milyar. Sementara uang yang dibutuhkan untuk melaksanakan objek yang diprioritaskan atau yang menjadi prioritas utama yaitu ‘Pembangunan Infrastruktur’ di 12 titik adalah sebanyak Rp. 171 Milyar. Jadi dari mana lagi mau diambil kekurangan uang yang seyogyanya akan digunakan untuk ‘Pembangunan infrastruktur’ tersebut”, tanya-nya dengan volume sedikit lebih kuat.
“Jadi kita bisa melihat bahwa sejak diawal perencana saja sudah terkesan akal-akalan, makanya DPRD Batu Bara harus lebih mencermati saol ini kalau memang tidak mau dituding terlibat dan ada apa-apanyaa. Upaya untuk mempercepat pembangunan itu boleh-boleh saja, tapi janganlah berusaha untuk mengambil keuntungan sepihak. Dan saya berharap kita bisa megawal dan mengawasi terkait ini semua, bila perlu undang balik saja KPK RI ke Batu Bara”, pintanya secara tegas.
REPORTER | Bima Pasaribu