SUARA KITA – Kliktodaynews.com|| Ada peribahasa yang berbunyi, Tak Kenal Maka Tak Sayang yang berarti penting untuk lebih dulu mengenal sebelum menyayangi sesuatu. Hal tersebut juga bisa diterapkan bagi Budaya di Indonesia khususnya Budaya suku batak yang merupakan budaya yang unik, baik dari segi bahasa, tata krama, cara bersosial dengan masyarakat maupun hasil buah pemikiran manusia semasa hidupnya yang diwariskan dari generasi ke generasi, yang juga merupakan jati diri dan identitas nya. Budaya yang dibahas pada tulisan ini ialah tradisi permainan margala batak yang sudah menjadi salah satu permainan tradisional khas dari suku batak.
Sadar atau tidak eksistensi permainan tradisional Margala batak semakin tergerus globalisasi.
Namun, hal tersebut dapat diantisipasi sejak dini melalui institusi pendidikan dasar dan menengah. Seperti, melibatkan materi permainan margala batak ke dalam muatan lokal (mulok) sehingga merangsang minat dan bakat peserta didik sebagai bahan edukasi pelestarian budaya permainan margala batak.
si penulis juga sudah menulis tradisi permainan margala batak tersebut ke dalam buku modul lokalitas dan pengetahuan tradisional yang diterbitkan oleh pusat studi islam(PSIK-Indonesia) bekerja sama dengan Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK RI) dan Friedrich-Ebert-Stiftung(FES) Kantor Perwakilan Indonesia.
berikut isi rangkuman tulisan Margala Batak dalam buku tersebut tersebut: “Margala merupakan jenis permainan anak yang dilakukan oleh anakanak Suku Batak di daerah kawasan Danau Toba. Permainan ini dulunya dimainkan pada saat rondang bulan atau poltak tula, yang artinya terang bulan. Ketika rondang bulan inilah seluruh rakyat berkumpul di halaman rumah sang raja. Bagi masyarakat Batak, cara memainkan permainan ini sangatlah seru. Permainan ini merupakan permainan yang dimainkan dua tim. Pada permainan ini perempuan dengan lakilaki dapat bergabung karena permainan ini tidak membutuhkan tenaga yang kuat akan tetapi kejelian dan kelincahan setiap pemain”.
Penulis memiliki harapan supaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) hingga Dinas Pendidikan bisa melihat hal ini sebagai peluang yang menjanjikan sebagai bentuk partisipasi yang efektif dalam upaya pelestarian permainan margala batak.
PENULIS: ARIANTO SITORUS PANE (Jurnalis,penulis modul, pegiat lingkungan dan pemuda di Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara. Penulis merupakan akademisi, pegiat literasi, aktivis lingkungan yang juga tertarik tentang isu-isu sosial budaya masyarakat dan produktif dalam menuliskan opini di beberapa media cetak dan siber. Penulis bisa dihubungi di Ariantositorus95@gmail.com).