Tak Ada Biaya, Pemain Voli Andalan Sekolah Itu Terancam Amputasi

Bagikan :

Pekan Baru-Kliktodaynews.com SELAIN berparas cantik, seperti yang viral disebut netizen media sosial, Riska Ramadila (17) juga terkenal di antara teman-temannya sebagai pemain bolavoli andalan sekolah. Riska yang kini duduk di kelas 3 SMA, hampir tidak pernah absen dalam olahraga ini. Bahkan, diduga, dimulai dari olahraga ini pula kakinya sampai terkena tumor ganas.

Tumor itu membuat dirinya hanya bisa terbaring lemah di rumah kayu sangat sederhana di RT 03, RW 03 Kayu Mas, Kelurahan Lipatkain, Kecamatan Kamparkiri. Rumahnya yang tergolong berada di tengah kelurahan, berjarak hanya sekitar 2 menit dari kantor lurah, tapi nasibnya tidak bisa dibawa ke tengah. Kehidupan ekonomi keluarganya malah masuk kategori orang pinggiran.

Karena ekonomi pulalah, bengkak yang awalnya dialami Riska usai terjatuh ketika main bolavoli di sekolah pada Juli 2019 lalu, hanya diobati lewat urut tradisional. Memang, terlalu mahal buat anak pasangan Herianto dan Muzarniati ini mendatangi dokter atau ke klinik kalau hanya karena bengkak kecil di kaki.

Perkiraan hanya bengkak kecil ini salah. Kaki kanan Riska terus membengkak, bahkan kini sudah hampir menyamai besar ukuran kepalanya. Dua bulan setelah insiden jatuh di lapangan voli itu, atau pada September 2019, Riska tidak lagi bisa banyak bergerak. Dirinya hanya bisa terbaring lemah.

Bukan tidak mencoba ke rumah sakit. Mengandalkan BPJS Kesehatan lewat Kartu Indonesia Sehat, Riska sudah dibawa ke puskesmas. Lalu dirujuk ke salah satu rumah sakit di Pekanbaru. Namun apa daya. Memang biaya itu yang tidak ada. Informasi terakhir dari RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, Riska harus dirujuk ke Jakarta karena keterbatasan alat di rumah sakit tersebut.

“Mendengar Jakarta itu saja orangtuanya, yang namanya orang susah, langsung pusinglah. Untuk biaya mereka bolak-balik ke Pekanbaru saja susah. Apalagi sampai ke Jakarta. Maka lewat ikatan alumni ini kami coba mencarikan bantuan untuk Riska,” terang Ahmad Syukur, Ketua Alumni SMAN 1, Ahad (26/1).

Sejak mendengarkan ada alumninya perlu bantuan pengobatan, kini Syukur bersama kawan-kawan alumni lainnya mulai melakukan penggalangan dana. Syukur sendiri pula yang memastikan langsung bahwa keluarga Riska memang tidak mampu dan tidak memiliki biaya untuk berobat.

Karena ketiadaan biaya itu pula menurut Syukur, kaki Riska terancam diamputasi. Syukur mengaku kesal dengan informasi amputasi ini, yang menurutnya sangat memukul batin Riska dan keluarganya.

Menurut Syukur, sudah cukuplah mereka susah, jangan disusahkan lagi dengan informasi yang membuat pilu seperti itu. Syukur dan kawan-kawan yakin, ada peruntungan lebih baik bagi Riska bila dibawa berobat ke Jakarta.

Kehidupan orang tua Riska memang belum beruntung. Keduanya hanyalah penyadap karet. Kebun mereka tidak pula berada di tepi rumahnya di Lipatkain. Mereka perlu menempuh jarak puluhan kilometer ke Hulu Subayang, di Kamparkiri Hulu. Untuk menyadap saja, mereka tidak bisa balik hari ke rumah kecilnya yang terbuat dari kayu di Lipatkain itu. Kadang harus bermalam berhari-hari.

Beberapa tahun terakhir ekonomi keluarga ini makin terpukul, terutama sejak harga karet yang terjun bebas. Kehidupan mereka semakin berat. Karena di rumah, tanggungan mereka tidak hanya Riska, tapi masih ada enam orang anak lainnya yang perlu diberi makan dan diberi biaya sekolah. Kondisi Riska yang hanya bisa terbaring di rumah membuat kedua orang tuanya makin pedih.

Riska memang hampir tidak bisa apa-apa lagi saat ini karena kondisi kakinya yang membengkak itu. Gadis kelahiran Batu Sanggan, Kamparkiri Hulu ini hanya bisa mengeluh, sesekali mengerang menanggung sakitnya. Sejak September 2019 lalu dirinya bahkan tidak bisa mengikuti pelajaran di kelas. Untung saat ujian, para gurunya di SMAN 1 sangat peduli dan cekatan. Hingga Riska bisa tetap ujian di rumah.

Syukur dan kawan-kawan yang kini mengusahakan pengobatan Riska mengaku bantuan memang sudah mulai satu-satu datang. Bahkan menurutnya Dinas Kesehatan Provinsi Riau dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar juga sudah menjenguk. Hanya saja, urusan berobat ke Jakarta bukan soal antar lalu pulang.

“Kita bicara mengantarkan orang operasi, tentu ada yang bergantian menjenguknya. Mungkin tidak hanya operasi, bisa saja ada perlu kontrol. Ini semua soal biaya. Belum lagi kalau yang dampingi kedua orang tuanya, otomoatis ekonomi keluarga ini terhenti. Saudara-saudari Riska yang enam orang tidak mungkin tidak makan. Makanya, uluran tangan dari kita semua sangat diperlukan,” tutup Syukur.

Sumber : Riau.pos

Bagikan :