Jakarta-Kliktodaynews Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso (BSP) sebagai tersangka dalam dugaan suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan di bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Bowo Sidik Pangarso ditetapkan tersangka bersama dua orang lainnya, Asty Winasti yang merupakan Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) dan Indung dari pihak swasta. Politikus Golkar itu diduga menerima suap Rp8 miliar.
Penetapan tersangka tersebut merupakan pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada Rabu (27/3/2019). Dalam OTT tersebut KPK menemukan uang sekitar Rp8 miliar dalam pecahan Rp20.000 dan Rp50.000 yang telah dimasukkan ke dalam amplop pada 84 kardus.
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menjelaskan, aksi suap ini dilakukan agar kapal-kapal milik HTK digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk milik PT Pupuk Indonesia. Adapun fee yang diterima para pihak dihitung per kilogram dari pupuk yang diangkut oleh kapal.
PT HTK merupakan anak usaha dari PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk (HITS). Sekitar 99,9 persen saham PT HTK dimiliki PT HITS. Sementara PT HITS salah satu unit bisnis Humpuss Grup, perusahaan milik putra Presiden ke-2 Soeharto, Tommy Soeharto.
Perjanjian kerja sama penyewaan kapal antara HTK-Pilog sebenarnya sudah dihentikan tahun lalu. Namun, belakangan ada upaya agar kapal-kapal milik HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk Pupuk Indonesia. Kapal-kapal itu ditujukan sebagai kepentingan moda transportasi pupuk.
Hingga akhirnya pada 26 Februari 2019, terjadi penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Pilog dengan HTK. Salah satu poinnya adalah kapal pengangkut milik HTK kembali digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Bowo dan Indung diduga menerima suap dari Asty. Uang tersebut merupakan jatah Bowo atas jasanya memperpanjang kontrak perjanjian kerja sama penyewaan kapal antara Pilog dengan HTK.
Di balik perjanjian itu, Bowo diduga meminta jatah fee kepada HTK atas biaya angkut yang diterima sekitar $2 AS (Rp28 ribu) per metrik ton. Jatah fee itu diduga yang ke-7 kali diterima oleh Bowo.
“Hasil pemeriksaan sementara ini (uangnya) tidak semuanya dari PT HTK. Nanti dari mana saja masih dalam pengembangan,” kata Basaria dalam CNN Indonesia, dikutip Jumat (29/3/2019).
Atas perbuatannya, Bowo dan Indung disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Asty dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.