ILMU LADUNI PENDIRI PESANTREN DARUNNUR

Pembina pesantren RI 1 Habib Abu Djibril Basyaiban ziarah ke makam pendiri Ponpes Darunnur, Pasuruan, Sayid Abdul Mu'thi Sulaiman Basyaiban.
Pembina pesantren RI 1 Habib Abu Djibril Basyaiban ziarah ke makam pendiri Ponpes Darunnur, Pasuruan, Sayid Abdul Mu'thi Sulaiman Basyaiban.
Bagikan :

Pembina pesantren RI 1 Habib Abu Djibril Basyaiban ziarah ke makam pendiri Ponpes Darunnur, Pasuruan, Sayid Abdul Mu’thi Sulaiman Basyaiban.

Jakarta-Kliktodaynews.com Sayid Abdul Mu’thi Sulaiman Basyaiban adalah muassis (pendiri) Pondok Pesantren Darunnur Pasuruan. Sayid Abdul Mu’thi Basyaiban dilahirkan di salah satu desa yang berada di Kabupaten Pasuruan. Abdul Mu’thi kecil hanya mengenyam pendidikan dari ayahnya yang bernama Sayid Sulaiman bin Arif bin Abdusshomad bin Muhammad Syarqowy bin Ahmad syarifuddin bin Asror bin Abdulloh bin Ali Akbar bin Sulaiman Basyaiban (pendiri Pesantren Sidogiri).

Setelah menginjak usia lima belas (15) tahun Sayid Abdul Mu’thi dititipkan kepada seorang mursyid yang sangat masyhur beliau adalah Saikhona Kholil bin Nawawi Sidogiri. Setelah empat puluh satu (41) hari berkhidmah kepada Kiyai Kholil, tiba-tiba beliau Kiyai Kholil mengutus Sayid Abdul Mu’thi untuk mengajar di Pesantren Sidogiri.

Bukan main terkejutnya Sayid Abdul Mu’thi mendengar perintah tersebuat karena beliau merasa sangatlah tidak mampu dengan belajar empat puluh satu hari tiba-tiba diperintahkan untuk mengajar. Akan tetapi bentuk keta’atannya terhadap sang guru dengan keterbatasan ilmu yang dimiliki tetap dilaksanakan perintah Kiyai Kholil. Dengan usia terbilang sangat muda dalam keterbatasan ilmu dan mendapat tugas menjadi ustadz bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan. Akan tetapi kiyai Kholil adalah seorang guru mursyid dan juga seorang waliyulloh yang tau akan kapasitas muridnya di masa akan datang. Sayid Abdul Mu’thi tidak jarang menangis dalam keterbatasan ilmu yang ia miliki memaksakan dirinya untuk mengajar. Pada umumnya manusia hanya belajar 41 hari kemudian mengajar sangatlah tidak mungkin.

Dalam perjalanan waktu, Sayid Abdul Mu’thi bersungguh-sungguh beriyadhoh uzlah memohon petunjuk kepada Allah SWT agar diberi kemudahan dalam mengemban tugas amanat yang amat berat dan pada akhirnya beliau bertemu dengan Nabi Khidir dan diperintahkan membuka mulutnya lalu diludahin.

Subhanalloh, semenjak itu Sayid Abdul Mu’thi menjadi pengajar yang tangguh di kenal sebagai Ustadz Mu’thi mendampingi KH. Mas Kholil bin Nawawi dan KH. Mas Sa’dulloh bin Nawawi dan pada perjalanan waktu Sayid Abdul Mu’thi dinikahkan dengan kerabat Kiyai Kholil yaitu putri dari KH. Mas Ali bin KH. Mas Abu Huroiroh suami dari Ibu Nyai Mas Anisa binti KH. Mas Nur Khotim salah satu pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri pada masanya.

Sayid Abdul Mu’thi menjalankan tugas di bantu ipar beliau yang bernama KH. Mas Qusyairi bin KH. Mas Ali salah satu pencetus berdirinya Pondok Pesantren Putri Sidogiri, dan Sayid Abdul Mu’thi juga di bantu ipar beliau yang bernama KH. Hasan Syuaibi yang menjabat sekretaris umum Ponpes Sidogiri pada masa tersebut.

Sayid Abdul Mu’thi juga merupakan penggagas sarung hijau bergaris seragam Pesantren Sidogiri yang sampai saat ini menjadi khas Pesantren Sidogiri, dan Ustadz Abdul Mu’thi juga termasuk penggagas Koperasi Sidogiri dan kemudian dilanjutkan oleh murid beliau yang bernama Ustadz Utsman Anis, dan beliau Ustadz Abdul Mu’thi juga di kenal sebagai pengamal Kitab Dala’ilul khoirot yang kemudian diteruskan oleh murid beliau yang bernama Kiyai Kholil Karim atau yang lebih terkenal dengan sebutan Ustadz Kholil Kelompen dan Ustadz Abdul Mu’thi juga senang berorganisasi sehingga beliau memprakarsai ANSOR di Pasuruan pada masa itu.

Dalam perjalanan waktu, Ustadz Abdul Mu’thi berangkat haji bersama Kiyai Hamid Pasuruan. Beliau berdua kebetulan mempunyai nama lahir yang sama-sama Abdul Mu’thi. Pada umumnya orang-orang dahulu ketika berhaji mengambil keberkahan nama dari Syaikh di Mekkah untuk menggantinya. Maka Abdul Mu’thi bin Abdulloh menjadi Abdul Hamid yang lebih di kenal sebagai waliyulloh Mbah KH. Hamid Pasuruan, dan Abdul Mu’thi bin Sulaiman Basyaiban berubah menjadi Nur Sulaiman, dan orang-orang mengenalnya sebagai Nur Alawy atau Nur Ba’alawy.

Setelah wafatnya KH. Kholil bin Nawawi, Sayid Nur Alawy seperti kehilangan sosok guru yang betul-betul membimbing dan mencetak kepribadiannya, sehingga Ustadz Nur Alawi tidak betah di Pasuruan karena selalu teringat akan gurunya. Beliau menghilang dari Pasuruan dalam seiring waktu nama besar dan kemasyhuran beliau mulai menghilang. Dalam perjalanan waktu bertahun-tahun beliau kembali ke Pasuruan dan mendirikan Pesantren Darunnur, dan sudah ganti generasi sehingga jarang yang mengenalinya kecuali orang yang sepuh yang masih tau akan jasa beliau.

Pesantren Darunnur merupakan pesantren kecil yang sering di kunjungi para waliyalloh di antaranya Alquthub Alhabib Abdul Qodir bin Ahmad Assegaf Jeddah, Alhabib Hasan Assyathiri Tarem Hadramout Kakak Habib Salim bin Abdulloh Assyathiri, dan Alwali Shohibul Silsilah Wannasab Alhabib Ali Masyhur bin Hafidz Kakak Guru Mulia Alhabib Umar bin Hafidz dan banyak lagi para wali-wali yang pernah duduk memberi keberkahannya untuk Pesantren Darunnur. (RED/KTN)

Bagikan :