Masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) dan Petani Jambi Melakukan Aksi Berjalan Ke Istana Negara

Masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) dan Petani Jambi Melakukan Aksi Berjalan Ke Istana Negara
Masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) dan Petani Jambi Melakukan Aksi Berjalan Ke Istana Negara
Bagikan :

Jambi-Kliktodaynews.com Ratusan masyarakat Suku Anak Dalam (SAD) dan petani Jambi, Pagi ini, Jumat (30/8) Dalam aksinya kali ini mereka masih menuntut agar penyelesaian masalah dengan PT. Asiatic Persada yang saat ini masih belum selesai. Setelah menyampaikan orasi di depan Kantor Gubernur Provinsi Jambi. Tepat pada pukul 14.00.Wib mereka langsung melanjutkan aksi berjalan kaki ke istana negara.

“Hari ini kami sudah berjalan dari kantor gubernur dan malam ini kami bermalam di balai adat kota jambi karena masih menunggu kawan-kawan yang masih dalam perjalanan untuk bergabung” ujar Mawardi, Salah satu perwakilan massa yang ikut mengawal aksi.

Aksi hari ini menurutnya adalah satu contoh kecil dari banyaknya konflik agraria di Provinsi Jambi yang belum terselesaikan. Belum ada finalisasi penyelesaian konflik Suku Anak Dalam dengan PT. Berkat Sawit Utama (BSU)/PT. Asiatic Persada. tersebut. Dalam konteks ini pemerintah gagal memulihkan hak dan martabat Suku Anak Dalam dan Petani Jambi yang dirampas puluhan tahun.

Makanya dalam kesempatan ini, Menurut Sekretaris Nasional Perkumpulan Agraria Nusantara (PRANA) tersebut, Mereka menuntut beberapa hal.

Pertama meminta kepada Presiden dan Kementerian ATR untuk tidak melakukan perpanjangan HGU PT. Berkat Sawit Utama (BSU) yang dulunya bernama PT. Bangun Desa Utama (BDU)/PT.Asiatic Persada/PT.Agro Mandiri Semesta (AMS), sebelum mengembalikan areal seluas 3.550 ha milik SAD berdasarakan lokasi hasil survey mikro dari Badan Inventarisasi dan Tataguna Hutan Departemen Kehutanan tanggal 11 Juli 1987 dan surat Meteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 1373/020/III/2016 tanggal 29 Maret 2016.

“Kemudian kami meminta kepada Bapak Presiden dan Kapolri agar memberikan jaminan dan perlidungan hukum bagi warga SAD dan Petani kembali ke kampung halaman di areal 3.550 ha berdasarakan hasil survey mikro dari Badan Inventarisasi dan Tataguna Hutan Departemen Kehutanan tanggal 11 Juli 1987.” Ujarnya.

Tuntutan selanjutnya disampaikan oleh Korlap aksi Amirudin Todak yang juga turut bersama rombongan yakni meminta kepada pemerintah agar mengambil langkah penegakan hukum terhadap PT. BSU, Pasalnya, Perusahaan tersebut diduga sudah melakukan pembukaan lahan dan penanaman kelapa sawit diatas kawasan hutan dan diatas lahan konservasi serta sempadan sungai dan melakukan perluasan kebun yang diduga diluar Izin HGU termasuk perluasan kebun melalui anak perusahaan PT. Jamer Tulen dan PT. Maju Perkasa Sawit tanpa Izin.

Dirinya berharap, Kapolri mengusut dugaan tindak pidana perkebunan atas penguasaan tanah negara tanpa Izin dan tanpa hak untuk kegiatan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT. Jamer Tulen dan PT. Maju Perkasa Sawit, serta mengusut laporan dugaan Pemalsuan tandatangan Bupati Batanghari pada Dokumen Izin Usaha Perkebunan Budidaya (IUP-B) untuk PT. Jamer Tulen, PT. Maju Perkasa Sawit dan Koperasi Sanak Mandiri.

Mahyudin, yang menjadi salah satu koordinator aksi juga meminta kepada komisi pemberantasan korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan perambahan dan penguasaan kawasan hutan secara masif tanpa izin yang diduga dilakukan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pemegang izin Hutan Tanaman Industri serta perusahaan tambang di Provinsi Jambi. Pasalnya, Kondisi tersebut diduga kuat telah menimbulkan kerugian negara pada sektor PBB bidang P3 dan PNBP triliunan rupiah, dan termasuk mengusut pejabat negara/pemerintah yang diduga terlibat dalam persekongkolan tersebut.

” Kami juga mengusulkan kepada Bapak Presiden supaya membentuk Badan Nasional Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (BNPKAT) yang berpedoman pada konstitusi Pasal 33 UUD 1945 dan UUPA No 5/1960, Agar penanganan persoalan terkait kehidupan KAT bisa ditangani melalui badan tersebut. Terakhir, kami juga meminta hentikan kriminalisasi terhadap aktivis dan para petani,” tutupnya.(MM27/KTN)

Bagikan :