MEDAN – Kliktodaynews.com|| Pimpinan Wilayah Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (PW HIMMAH) Sumatera Utara (Sumut) mendesak Poldasu memeriksa mantan Kepala BPBD Kabupaten Simalungun Fritz U Damanik.
Desakan disampaikan massa PW HIMMAH Sumut saat berunjukrasa di depan Mapoldasu, Jalan Sisingamangaraja Km 10,5 Kota Medan, Kamis (09/09/2021).
Dengan tetap mematuhi protokol kesehatan Covid-19, massa meminta Kapoldasu memeriksa mantan Plt Kepala BPBD Simalungun Fritz U Damanik.
Koordinator aksi Henri Sitorus dalam orasinya menerangkan, semasa menjabat Plt Kepala BPBD Simalungun Tahun 2021 telah menganggarkan dan melaksanakan 13 paket kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa yang belum dianggarkan pada APBD Simalungun Tahun 2021 dengan jumlah anggaran Rp62.522.651.850,00.
Kegiatan tersebut, dilaksanakan hanya berdasarkan pernyataan kepala daerah yang menyatakan status bencana alam atau darurat dan keadaan yang mendesak tanpa mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah atau ketersediaan sumber daya anggaran.
Sementara itu, Ketua PW HIMMAH Sumut Sukri Soleh Sitorus mengatakan dari temuan Laporan Hasil Audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Sumatera Utara atas penggunaan belanja tidak terduga periode 1 Januari 2021 sampai 25 April 2021 pada pemerintahan Kabupaten Simalungun Nomor Audit: LHA-353/PW02/3.2/2021 tertanggal 18 Agustus 2021 ditemukan adanya dugaan korupsi pada 13 paket kegiatan tersebut. Sehingga BPKP Sumut memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Pejabat/ Pegawai terkait yang telah melaksanakan kegiatan yang membebani APBD Simalungun dan memerintahkan Kepala BPBD Simalungun untuk menarik kelebihan pembayaran pekerjaan tersebut.
“Kami meminta kepada Bapak Kapolda Sumatera Utara C.q Dir Krimsus Polda Sumut untuk seger memanggil dan memeriksa saudara Fritz UP Damanik, PPK Kegiatan serta pihak rekanan atas dugaan korupsi pada kegiatan tersebut, serta mengakibatkan amburadulnya sistem keuangan daerah dan pemborong anggaran yang mengakibatkan Pemerintahan Kabupaten Simalungun selalu memiliki utang atas pekerjaan karena ketidaktersediaan anggaran,” terang Sukri. (REL/KTN)