Jakarta – Kliktodaynews.Com|| Pengacara muda Kondang Hobby Hutauruk dan Joko Pranata Situmeang, SH.MH laporkan 3 Hakim Pengadilan Negeri Sibolga atas putusan dengan register perkara nomor: 59/Pdt.G/2022/PN SBG tanggal 4 November 2022 kepada Komisi Yudisial Republik Indonesia atas adanya dugaan pelanggaran kode etik Hakim.
Joko Pranata Situmeang mengatakan, adapun Majelis Hakim yang dilaporkan, yakni berinisial LL, AN, FAS.
Masih menurutnya, kehadirannya di Kantor Komisi Judisial RI untuk melengkapi laporan yang sebelumnya telah dilayangkan kepada Pimpinan Komisi Yudisial pada 5 Desember 2022 lalu.
Bahwa pada 30 Desember 2022 lalu pihaknya menerima surat dari Komisi Yudisial Nomor: 472/PH/LM.02/12/2022 perihal permintaan kelengkapan data.
“Saya kembali ke KY ini untuk melengkapi data-data atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Majelis Hakim PN Sibolga,” kata Joko dalam keterangan Persnya pada (11/2022).
Ia menjelaskan, dugaan pelanggaran kode etik yang ia laporkan ke KY karenakan Kliennya merasa terzalimi atas putusan perkara nomor:59/Pdt.G/2022/PN.Sbg.
Joko menjelaskan, sebelumnya kliennya telah memenangkan objek perkara lahan saat melawan PT.Cahaya Pelita Andhika (CPA) pada putusan Pengadilan Negeri Sibolga Nomor: 30/Pdt.G/2017/PN.Sbg tanggal 30 Januari 2018 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor:273/Pdt/2018/PT.Mdn tanggal 2 Oktober 2018 Jo. Putusan Kasasi Nomor 2488 K/Pdt/2019 tanggal 25 September 2019 Jo. Putusan Peninjauan Kembali Nomor. 698 PK/Pdt/2021 tanggal 6 Oktober 2021 yang menjadi putusan terdahulu sehingga kita mengajukan eksepsi Nebis In idem,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa terkait objek perkara pada putusan terdahulu telah memiliki kekuatan hukum tetap (Ingkracht).
“Namun pihak PT.CPA masih sangat bernafsu untuk mengajukan gugatan di PN Sibolga atas objek perkara yang sama tersebut,” tuturnya.
Menariknya, lanjut dia, gugatan PT.CPA dikabulkan oleh Ketua Majelis Hakim dan Anggota Majelis Hakim I pada putusan nomor: 59/Pdt.G/2022/PN.Sbg.
“Hal ini terdapat perbedaan pendapat (Dissenting Opinion) yang dikemukakan oleh Anggota Majelis Hakim II yang di mana dalam pertimbangan mengabulkan Eksepsi kami terkait Eksepsi Nebis In Idem,” kata dia.
Bahkan pada perkara nomor 59/Pdt.G/2022/PN.Sbg Penggugat/PT.CPA tidak ada mengajukan saksi di hadapan persidangan yang dimana seharusnya Penggugat harus membuktikan dalil-dalil dalam gugatan dengan mengajukan saksi, terangnya.
” lantas apa sih bukti surat PT.CPA sehingga majelis dapat mengabulkan gugatan PT.CPA, ternyata bukti surat PT.CPA berupa berdasarkan HGU No.5 yang mana lokasi HGU No. 5 tersebut terdapat di wilayah Desa Jago-jago Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah dan hal itu juga diakui oleh pihak PT.CPA,” ucapnya.
“Anehnya, objek perkara ternyata terletak di Kelurahan Hutabalang sesuai dengan pernyataan Lurah Kelurahan Hutabalang pada saat Sidang pemeriksaan setempat dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2022,” kata Joko menambahkan.
Lebih lanjut, Joko mengingatkan agar tidak terjadi persoalan hukum yang menimpa hakim di Tanah Air ini, mengingat beberapa waktu lalu hakim di Mahkamah Agung tertangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Saya mengingatkan jangan sampai ada lagi persoalan hakim tertangkap karena tidak jujur dalam menangani suatu perkara,” ucap Joko.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menampik keberadaan mafia kasus setelah sederet Hakim ditetapkan sebagai tersangka suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan mafia kasus tak hanya berada di lingkar pengadilan, tetapi juga di tingkat penyidikan, bahkan penyelidikan.
“Terkait info mafia kasus itu memang ada. Sebetulnya tidak hanya menyangkut di jajaran Pengadilan, mulai dari penyidikan kita sudah dapat informasinya, muaranya kan ke pengadilan,” kata Alex kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 20 Desember 2022 lalu.
Diketahui, Sejumlah hakim di MA ditetapkan sebagai tersangka suap penanganan perkara.
Beberapa diantaranya Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Hakim Agung Gazalba Saleh, dan teranyar Hakim Yustisial Edy Wibowo.
Para hakim tersebut diduga menerima suap dan bermain perkara. Duit suap itu diterima untuk mempengaruhi putusan di tingkat kasasi. Perkara yang diputus itu mulai dari perdata hingga pidana. Teranyar, hakim Edy menerima suap untuk mengurus perkara kepailitan di tingkat kasasi.(HP).