Kejari Toba Hentikan Penyelidikan Kasus Pencabulan Anak 15 Tahun, Arist Sirait Angkat Bicara

Bagikan :

Toba-Kliktodaynews.com Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Toba disebut telah menghentikan penyidikan terhadap TP (41)–pria yang diduga telah mencabuli seorang remaja perempuan berusia 15 tahun di Desa Sitoluama, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba [Samosir] beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, Satuan Reserse Kriminal Polres Toba Samosir telah menetapkan TP sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, pihak kepolisian kemudian sudah melimpahkan kasus tersebut ke Kejari Toba untuk dilanjutkan ke persidangan (P-21).

Menunggu proses persidangan, tersangka juga sudah ditahan di Rutan Klas IIB Balige. Namun belakangan, TP disebut sudah bebas berkeliaran.

Selentingan yang beredar, keluarga korban telah mendapat tekanan untuk melakukan perdamaian dengan tersangka dengan dimediasi pihak Kejari Toba. Untuk perdamaian tersebut, tersangka disebut telah membayar nominal puluhan juta rupiah kepada keluarga korban.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (KPA) Arist Merdeka Sirait menyesalkan tindakan jaksa yang diduga telah menhentikan perkara tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak di Desa Sitoluama, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba.

“Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Toba gagal paham dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pembela negara, bahkan melecehkan kerja keras penyidikan dan penyelidikan Polres Toba serta menghina peran dan tugas KPA terutama pelecehan terhadap korban dan keluarga korban,” sebut Arist dalam pernyataan tertulisnya, Jum’at (1/5/2020).

“Atas kerja keras Polres Toba dan para pegiat perlindungan termasuk peran media untuk mengungkap tabir kekerasan seksual, dengan berulang perbaikan yang dilakukan Polres Toba atas petunjuk jaksa akhirnya Jaksa menyatakan perkara sudah lengkap dan P21 dan siap menyusun rencana tuntutan (Rentut),” kata Arist.

Arist juga menyesalkan tindakan Kajari Toba yang telah menghentikan rencana tuntutan (Rentut). Padahal sebelumnya berkas penyidikan terhadap TP sudah dinyatakan lengkap atau P-21.

“Kajari berdalih, karena korban mencabut perkara dan damai disinyalir dengan transaksi uang antara pelaku dan keluara korban melalui jasa-jasa pihak lain,” katanya.

Lebih lanjut Arist menjelaskan, penghentian tuntutan jaksa ke pengadilan atas perkara kekerasan seksual terhadap anak yang diderita NY (15), remaja putus sekolah setelah berkas perkara dinyatakan lengkap oleh jaksa, adalah tindakan tidak terpuji.

“Ini melecehkan korban dan merupakan tindak kejahatan terhadap harkat dan martabat kemanusiaan. Oleh karenanya patutlah Kajari dan Kasi Pidum diberhentikan dari jabatannya atas perkara ini,” imbuhnya.

“Seharusnya Jaksa membela korban dan menuntut maksimal pelaku atas perbuatannya dengan ancaman atau tuntutan hukum yang maksimal. Bukan justru membebaskan pelaku dan menyakiti proses hukum korban,” tegas Arist

“Suatu pertanyaan dan kecurigaan yang mendasar, ada apa di balik transaksi korban dan pelaku, serta sikap dan perilaku jaksa atas perkara ini? Apakah Jaksa dan timnya sudah “masuk angin” sehingga perkara tindak pidana luar biasa ini tidak diteruskan ke tingkat pengadilan?” tanya Arist.

Dijelaskannya. untuk kasus yang sengaja melanggar tujuan dari Undang-undang Nomor 17 tahun 2016 tentang penerapan Perpu Nomor 01 tahun 2016 mengenai perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta komitmen pemerintah berdasarkan Inpres Nomor 5 tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Menentang Kejahatan Seksual terhadap Anak (GN-AKSA) dan komitmen Kejaksaan Agung terhadap kasus-kasus kejahatan seksual yang telah dinyatakan kengkap dan P21 berdasarkan undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) tidak dapat dihentikan.

“Karena kejahatan seksual masuk kategori tindak pidana khusus dan luar biasa merupakan wajib diselesaikan dengan cara luar biasa serta demi keadilan bagi korban,” tegas Arist lagi.

“Jadi apa yang dilakukan oleh Kajari bersama Kasipidum Kejari Toba sangat disayangkan, karena merupakan sebuah pelecehan terhadap harkat dan martabat korban sebagai anak dan pelecehan dan pengabdian terhadap ketentuan Undang-undang yang mengatur tentang keadilan bagi korban,” sambungnya.

Karenanya, lanjut Arist, Komnas Perlindungan Anak sebagai sebuah lembaga atau institusi perlindungan anak akan memberikan pembelaan dan perlindungan anak di Indonesia merekomendasikan kepada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk segera mengusulkan dan atau merekomendasikan untuk membebastugaskan Kejari Toba dari jabatannya.

“Komnas Perlindungan Anak bersama Tim Investigasi dan Advokasi Terpadu Komnas Anak dan para pegiat media di Toba akan segera memberikan bukti-bukti menekan korban dan keluarganya dan transaksi uang serta bukti-bukti otentik atas latar belakang rekayasa penghentian perkara ini,” pungkasnya. (RED/KTN)

Bagikan :