TAPUT – Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli (UNITA) melalui Rektor Dr.Meslin Silalahi mengeluarkan larangan resmi kepada mahasiswa untuk mengikuti aksi demonstrasi yang direncanakan berlangsung besok, 1 Juli 2024, di Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput).
Larangan tersebut dituangkan dalam surat dengan nomor 013/PR-III/UNITA/VI/2024, yang ditujukan kepada seluruh jajaran fungsionaris, dosen, tenaga pendidikan, dan mahasiswa UNITA.
Diterangkan Merlin, surat tersebut merespon isu yang beredar di media sosial mengenai rencana partisipasi dari 70 orang mahasiswa UNITA dalam aksi demo tersebut. Dimana aksi itu ditujukan untuk mengevaluasi Pj. Bupati Tapanuli Utara, Dimposma Sihombing dari jabatannya.
“Sehubungan dengan isu di media sosial bahwa 70 orang mahasiswa UNITA akan ikut melaksanakan aksi di Tarutung, maka dengan ini Rektorat menyatakan dengan tegas bahwa hal tersebut tidak pernah mendapat persetujuan atau restu dari pihak pimpinan Rektorat,” tulis Dr. Meslin Silalahi dalam surat tersebut.
Rektorat berharap agar seluruh mahasiswa UNITA tidak ikut serta dalam aksi demo dalam bentuk apapun tanpa adanya persetujuan resmi dari pihak pimpinan rektorat. Langkah ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab universitas dalam menjaga ketertiban dan keselamatan seluruh civitas akademika.
Larangan ini diharapkan dapat menekan potensi konflik dan menjaga citra universitas di mata publik. Pihak rektorat juga berencana untuk mengadakan dialog terbuka dengan mahasiswa untuk mendengarkan aspirasi mereka dan mencari solusi yang lebih konstruktif.
“Kami akan mengadakan dialog terbuka dengan mahasiswa untuk mendengar aspirasi mereka dan mencari solusi terbaik,” tambah Dr. Meslin Silalahi.
Surat larangan ini menjadi bukti komitmen UNITA dalam menjaga ketertiban dan keselamatan seluruh civitas akademika, serta mendorong mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi mereka melalui jalur yang lebih formal dan terstruktur.
Surat ini juga sudah ditembuskan kepada beberapa pihak penting di lingkungan universitas, termasuk Kepala Bagian Pembinaan Hukum (KBPH), para pembantu rektor, para dekan, dan arsip sebagai laporan dan dokumentasi.
Sementara menangggapi surat larangan ini menimbulkan berbagai reaksi di kalangan mahasiswa, sebahagian mengungkapkan kekecewaannya karena merasa hak mereka untuk bersuara dibatasi. Namun, tidak sedikit mahasiswa/wi yang memahami dan mendukung kebijakan tersebut demi menjaga ketertiban dan keamanan kampus.
“Saya kecewa karena merasa hak kami untuk berpendapat dibatasi, tetapi saya juga mengerti bahwa kampus ingin menjaga ketertiban,” ujar salah satu mahasiswa yang tidak ingin disebutkan namanya.
Di sisi lain, beberapa dosen menyatakan dukungannya terhadap keputusan rektorat. Mereka menilai bahwa aksi demo yang tidak terkontrol bisa berdampak negatif terhadap nama baik universitas dan keselamatan mahasiswa.
“Kami mendukung keputusan rektorat untuk melarang aksi demo. Ini demi kebaikan bersama, baik untuk mahasiswa maupun institusi,” kata salah satu dosen.
( Sahata insan)