Taput – Klikyodaynews Tiga anak Mariamsyah yang menggugat, yakni Bottor Panjaitan, Lettu Mervin W Panjaitan, dan Lasmawati Delima Panjaitan.
Sidang pertama gugatan digelar pada Rabu, (15/07/2020). Majelis hakim sempat melakukan upaya mediasi terhadap ibu anak itu, namun gagal.
Mariamsyah boru Siahaan (74), pemilik Yayasan Pendidikan Trisula di Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan, digugat tiga anak kandungnya di Pengadilan Negeri Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Mariamsyah digugat karena menjual satu unit rumah dan tanah di Kota Medan pada 2019. Rumah itu merupakan peninggalan suaminya sendiri, mendiang Mangandar Panjaitan.
Bottor, anak sulung Mariamsyah mengungkap alasan gugatan karena keberatan harta peninggalan dijual tanpa restu seluruh anak mendiang Mangandar Panjaitan.
Bottor mengatakan, sebelum gugatan dilayangkan ke pengadilan dia sudah mengingatkan ibunya bahwa dia akan bertahan sampai titik darah penghabisan.
“Sebelumnya, ibu saya sudah saya ingatkan bahwa sekolah tidak bisa dijual, dan saya katakan di keluarga, bahwa saya akan bertahan sampai titik darah penghabisan dan saya gugat di PN Tarutung ini,” kata Bottor, yang juga seorang ASN di Dinas Pertanian, Kabupaten Toba.
Informasi yang dihimpun, saat ini Mariamsyah tinggal di Jalan RSU, Desa Pasaribu, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan.
Mariamsyah mendapat dukungan dari putra bungsunya Ridwan Panjaitan yang turut hadir saat sidang di pengadilan yang dipimpin hakim ketua Natanael Sitanggang SH didampingi dua hakim anggota, Rika Sitompul SH dan Glori Silaban SH.
Didampingi putra bungsunya Ridwan Panjaitan serta menantunya Murni Panggabean, Mariamsyah tiba di PN Tarutung, sekira pukul 11.00 Wib. Pada persidangan, Mariamsyah didampingi penasehat hukumnya, Ranto Sibarani.
Ibu kami digugat anak sendiri karena menjual rumah,” sebut Ridwan Putra yang merupakan anak keempat Mariamsyah.
Ridwan mengatakan, alasan mendasar ibunya menjual, bahkan termasuk nantinya seluruh aset yayasan peninggalan ayahnya karena tidak ada titik temu lima bersaudara dalam perubahan akte yayasan.
“Alasannya adalah sampai saat ini kami tidak ada titik temu. Akte yayasan itu tidak bisa diubah dengan alasan abang saya dua orang merupakan ASN dan TNI yang menurut undang-undang tidak diperbolehkan menerima bantuan pemerintah. Dan jika dijual pun tetap akan dibagi dengan perhitungan 50 persen untuk ibu dan sisanya untuk lima anak-anaknya, tetapi mereka tidak setuju,” kata Ridwan.
Ia juga menjelaskan bahwa sang ibu digugat ketiga anaknya lantaran menjual rumah warisan mereka di Kecamatan Medan Denai tersebut seharga Rp800 juta.
Majelis hakim tidak mengizinkan media mengambil gambar meski memberi waktu 3 menit menggambarkan suasana sidang sebelum dimulai. Wartawan hanya diizinkan duduk di ruangan mendengarkan agenda sidang.
Pada persidangan pertama tersebut, Hakim Ketua mengatakan, bahwa agenda sidang adalah upaya mediasi.
Sementara itu, Efi Simanungkalit, istri Bottor menyebut sebelumnya sudah dilakukan upaya mediasi yang diinisiasi majelis hakim PN Tarutung, namun gagal dan gugatan perdata tersebut akhirnya berlanjut.
“Mediasi kami tadi gagal dan kami tolak hingga sidang berlanjut pada 29 Juli 2020 nanti, ” kata Efi menanggapi awak media.
Kasus yang melanda Ibu Mariamsyah dan anaknya adalah perkara-perkara yang sebenarnya bisa dihindari sejak awal. Belajar dari kasus yang merusak hubungan keluarga ini, semuanya punya kecenderungan yang seragam. Yakni diawali dari ketidaksediaan salah satu pihak untuk memproses transaksi secara sah dan legal. Ketidaksediaan dengan alasan klise yakni kekeluargaan.
Alasan yang pada akhirnya justru memecahkan hubungan keluarga itu sendiri. ( DNM/KTN )