Pengadaan Absensi Finger Print di SMA Negeri 2 Tarutung Tuai Kontroversi, Orang Tua Keberatan Biaya

Bagikan :

Tapanuli Utara –Pengadaan sistem absensi digital berbasis finger print di SMA Negeri 2 Tarutung menuai pro dan kontra. Sejumlah orang tua siswa menilai pungutan sebesar Rp100 ribu per siswa untuk pengadaan alat tersebut terlalu membebani.

Kebijakan itu awalnya muncul dari keluhan orang tua mengenai jam pulang siswa yang sering tidak sesuai jadwal. Untuk mengatasi hal tersebut, pihak sekolah bersama orang tua kemudian menyepakati penggunaan sistem absensi digital.

Kepala SMA Negeri 2 Tarutung, Dahlan, membenarkan adanya pungutan Rp100 ribu per siswa. Namun ia menegaskan keputusan tersebut diambil melalui musyawarah orang tua dan komite sekolah.
“Saya tidak ikut memutuskan dalam rapat tersebut, hanya menyampaikan hasilnya,” ujarnya kepada wartawan, Senin (22/9/2025).

Meski demikian, sejumlah orang tua dan anggota komite sekolah menolak kebijakan tersebut. Anggota Komite SMA Negeri 2 Tarutung, Lamposma Situmeang, menilai pungutan itu menambah beban keuangan orang tua siswa.

“Saya tidak setuju, karena jelas memberatkan orang tua,” katanya.

Kontroversi ini juga ramai diperbincangkan di media sosial. Beberapa warganet menilai pungutan untuk absensi digital seharusnya tidak dibebankan kepada siswa, terlebih sekolah negeri telah mendapat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Praktisi hukum Taput, Rudi Zainal Sihombing, menegaskan pungutan semacam itu berpotensi masuk kategori pungutan liar (pungli).

“Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 jelas melarang pungli di lingkungan pendidikan.

Bagikan :