Simalungun-Kliktodaynews.com
Aliansi mahasiswa dan masyarakat adat aksi tuntut membebaskan dua masyarakat yang ditangkap Poisi Resort Simalungun pada 24 September 2019 yang lalu, saat bertani di tanah adat(leluhurnya) dengan tuduhan menduduki hutan negara, di Mapolres Simalungun, Raya Kabupaten Simalungun.Kamis(7/11/2019).
Aliansi yang tergabung dari Aman Tano Batak, Masyarakat Adat Sihaporas(Lamtoras), Masyarakat Adat Keturunan Ompu Umbak Siallagan Dolok Parmonangan, PMKRI Cabang Siantar, GMKI Cabang Siantar, GMNI Cabang Siantar,Saling(Sahabat Lingkungan), Bakumsu,Sapma Pemuda Pancasila Simalungun dan Wahana Lingkungan (Walhi) Sumut, dalam pernyataan sikapnya menjelaskan masyarakat adat sihaporas dan dolok parmonangan sudah lebih dulu ada jauh sebelum NKRI terbentuk dan sudah tinggal serta mengelola adatnya.
Tanah tersebut sudah sejak dulu dikelola dengan azas nilai-nilai kearifan lokal. sejak ada klaim sepihak menjadi hutan negara, warga tidak lagi dapat mengakses hak atas tanah tersebut walau itu tanah adat.
Dihutan tersebut terdapat makam leluhur nenek moyang masyarakat sihaporas, banyak kebutuhan obat-obat tradisionil di lahan tersebut, yang selalu digunakan warga untuk kebutuhan ritual pengobatan dari sejak dulu.
Keluarnya Hak Penguasaan Hutan(HPH) kepada Perusahaan Kertas yang dulunya PT.Indorayon yang masa Presiden RI KH.Abdul Rahman Wahid (Gusdur) dipaksa tutup, dan masa rejim Presiden RI Megawati Soekarno Putri kembali dibuka dan berganti nama menjadi PT.Toba Pulp Lestari membuat berang dan kegelisahan warga pemilik tanah adat tersebut.sejak saat itu hingga puluhan tahun warga melakukan perlawanan.
Puncaknya bulan september 2019 warga melakukan penanaman atas tanah tersebut dan berujung bentrok dengan pihak PT.TPL yang akhrinya berujung pada penangkapan warga oleh Polres Simalungun atas nama Mario Ambarita dan Thomson Ambarita.berdasarkan laporan Humas TPL Sektor Aek Nauli Bahara Sibuea.
Pimpinana Aksi Alboin Samosir dalam orasinya mendesak Polres Simalungun segera mungkin membebaskan kedua warga yang ditangkap, karena menurutnya mereka tidak bersalah, justru harusnya Humas TPL yang ditangkap sebab, telah melakukan kekerasan terhadap mereka serta eorang anak berumur 3 tahun.
“Masyarakat sihaporas tidak bersalah, sebab sesuai Undang- undang Dasar 1945 pasa 18 B dan juga putusan Makamah Konstitusi(MK) No.35 Tahun 2012 yang menyatakan Hutan Adat bukan lagi hutan negara,”jelas Ketua PMKRI Cabang Sintar-Simalungun ini.
Salah satu masyarakat Romauli Sinaga, melalui orasinya mengatakan agar pihak polisi jangan hanya mau mendengar pihak perusahaan.
“jangan karena kami rakyat kecil tidak punya uang banyak, maka kami selalu dikriminalisasi,dan pihak perusahaan punya banyak uang sehingga selalu di dengar,”ucap aktivis salah satu NGO ini.
Ditimpali istri Thomson Ambarita melalui pengeras suara menyampaikan agar polisi segera membebaskan suaminya.kasihan anak-anak kami.
“coba bapak-bapak polisi dalam posisi kami , bapak juga pasti menangis,semua sudah kami lakukan, prosedur penangguhan juga sudah kami sampaikan namun hingga kini tidak ada ditangguhkan,”ucapnya sedih.
AKBP Herbertus Oppusungguh hingga aksi berakhir tidak bersedia menemui pengunjuk rasa, perwakilan polres simalungun menyampaiakn, bawah masalah ini sedang diupayakan secepat mungkin berkas agar segera mungkin di serahkan kekejaksaan.
“masalah laporan warga terhadap humas PT TPL sedang dilakukan pemeriksaan, namun, ada ketidak sesuaian antara saksi satu dengan lainnya. sehinhgga dalam waktu dekat akan dilakukan Kontra Rekon. demikian juga dengan penangguhan kedua warga, pihak polres masih menunggu instruksi selanjutnya sebab ada beberapa pihak yang harus di konsultasikan,”jelasnya kepada massa.
Aksi dimulai pukul 11.30 wib usai dai Mapolres massa aksi berjalan ke DPRD SImalungun dan setelah itu kembali dengan tertib.(RS/KTN)