Simalungun-Kliktodaynews.com Salah satu program utama pemerintah Republik Indonesia (RI) adalah pencapaian pengentasan kemiskinan. Dengan memperbanyak dan mebuka lapangan pekerjaan guna menekan tingkat pengaguran yang kian hari semakin meningkat. Untuk itu pemerintah saat ini melakukan terobosan baru, pemangkasan birokasi yang dianggap selama ini terlalu panjang dan rumit. Hal tersebut dilakukan pemerintah untuk mencapai target pengentasan kemiskinan, karena dianggap mampu menyerap tenaga kerja.
Begitu juga dengan harapan masyarakat yang ada dilingkungan perusahaan baik milik BUMN, BUMD, BUMA dan perusahaan swasta lainnya. Agar dapat memperkerjakan masyarakat menjadi karyawan diperusahaan tersebut. Namun tidak seperti yang terjadi di PT PP Lonsum unit kebun Bahlias, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun. Melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar besaran.
Persoalan PHK tersebut banyak menimbulkan polemik didalam perusahan maupun diluar perusahaan itu sendiri. Hingga sampai sekarang persoalan tersebut belum dapat terselesaikan antara pihak managemen PT PP Lonsum untuk menyelesaikan hak hak karyawan buruh harian lepas (BHL). Sehingga saat ini ratusan karyawan yang menjadi korban PHK telah memberikan kuasa penuh kepada Satgas Mafia Hukum. Guna memberikan bantuan secara hukum untuk dapat menyelesaikan persoalan yang terjadi antara pihak managemen dengan karyawan korban PHK.
Menurut keterangan Moeliono SH selaku Dansat hukum dan investigasi LBJH Indonesia Satgas Mafia Hukum wilayah 1 Sumbagut. Saat dikonfirmasi Kamis 26/12 sekira jam 10,00 Wib di kedai kopi Sapporo jalan Sandang Pangan, Kelurahan Perdagangan 1, Kecamatan Bandar, Kabupaten Simalungun. Menurutnya saat ini Satgas Mafia Hukum selaku penerima kuasa, sudah melakukan somasi menyangkut tentang adanya hak dan kewajiban pemberi kerja dan penerima kerja sepihak.
Pembelaan hak karyawan ini kita lakukan tentunya memiliki dasar hukum yang jelas. Merujuk kepada undang-undang yang berlaku No 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan, bahwa pihak managemen PT Lonsum diduga melanggar pasal 167 ayat 5, dengan ketentuan pidana pasal 184 ayat 1, dan pasal 90 ayat 1 dan 2. Menjelaskan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, merupakan tindak pidana.
Moeliono berharap hendaknya pihak managemen dapat menyikapi positif dan memiliki etikad baik untuk menyelesaikan hak hak karyawan BHL korban PHK. Kita tetap mengacu terhadap UU ketenaga kerjaan No 13 tahun 2003. Dan surat edaran menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI, No :SE.04/MEN/VIII/2013 tentang pedoman pelaksanaan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI No 19 tahun 2012, ujar Moeliono.(MAN/KTN)