“Surat KLHK sudah jelas. Jangan ada lagi yang mengklaim tanah adat tanpa dasar hukum. Itu merugikan masyarakat Simalungun asli dan bisa menimbulkan konflik,” tegasnya.
Ia menambahkan, jika memang ada pihak yang merasa berhak, maka harus mengikuti mekanisme hukum yang berlaku.
“Fakta sejarah jelas, hak ulayat hanya milik keturunan asli Simalungun. Klaim sepihak justru melanggar hak masyarakat Simalungun yang sah,” tambahnya.
Pernyataan senada disampaikan Ketua Gerakan Masyarakat Adat Simalungun Horisan, Sarmuliadin Sinaga ST. Menurutnya, hak ulayat di Simalungun dimiliki keturunan tujuh harajaon, yakni Damanik, Sinaga, Purba Tambak, Dasuha, Purba Pakpak, Saragih Garingging, dan Dasuha.
“Merekalah yang berhak atas tanah adat di Simalungun, bukan pihak lain. Jangan ada skenario yang memberi ruang bagi klaim ulayat oleh suku lain. Itu bisa memicu konflik,” tegas Sarmuliadin.
Ia juga meminta agar anggota DPR RI tidak mencampuri isu tanah adat dengan kepentingan politik, tetapi fokus pada solusi ekonomi bangsa. Menurutnya, jika pemerintah ingin membantu kelompok tertentu, caranya bukan dengan melegalkan klaim ulayat tanpa dasar, melainkan membeli lahan mereka secara resmi.
“Masyarakat Sihaporas-Sipolha itu juga orang Simalungun. Mereka harus dihormati. Tapi jangan ada klaim sepihak. Kalau dibiarkan, konflik horizontal bisa terjadi. Jangan sampai Simalungun yang dikenal dengan habonaron do bona berubah jadi daerah penuh keributan,” pungkasnya. (Tim)