Simalungun – Kliktodaynews.com|| Lembaga Lingkar Rumah Rakyat(LRR) Indonesia Kabupaten Simalungun mendesak Aparat Penegak Hukum(APH) dan instansi terkait di Provinsi Sumatera Utara segera menghentikan soal galian-C(Quari) diduga ilegal digunakan untuk penimbunan proyek jalan Tol Trans-Sumatera di Huta V, Desa Bandar Rejo, Kecamatan Bandar Masilam, Kabupaten Simalungun.
LSM LRR kabupaten Simalungun sebelumnya telah melayangkan surat terkait ijin galian C tanah urug dan Pasir yang disinyalir belum memiliki izin untuk melakukan penggalian.
Sekertaris Jenderal LSM LRR Parna Julius Sitanggang SH, Rabu (17/8/2022) mengatakan jika belum ada tindakan sampai batas waktu tertentu, lembaga akan sampaikan surat kembali ke Kementerian-kementerian terkait dan Presiden RI Joko Widodo.
“Karena diduga terjadi pembiaran dan tidak ada tindakan apapun dari Aparat Penegak Hukum serta instansi terkait. Dan hal ini sudah jelas akan merugikan Negara atas Pajak Pendapatan Daerah dan dampak Lingkungan Hidup”, kata Julius.
Informasi yang di peroleh aktivitas Penambangan Tanah Urug tersebut dilakukan oleh CV. Mitra Nanggar Bayu dengan jenis izin WIUP (Wilayah Izin Usaha Pertambangan), beroperasi menggunakan alat berat excavator dan terlihat beberapa truck terus menerus mengangkut tanah.
Ditelusuri melalui website resmi Minerba Provinsi, tidak ditemukan nama CV. Mitra Nanggar Bayu sebagai pemilik ijin WIUP.
Kepala Desa Nagori Bandar Rejo, Sutrisno saat dikonfirmasi membenarkan aktivitas tersebut dan mengaku belum menerima dokumen izin operasi dari pihak CV. Mitra Nanggar Bayu , yang semestinya terlebih dahulu diserahkan ke pihak Desa sebelum melakukan operasi.
Salah satu warga mengatakan bahwa Galian C (pertambangan) di Huta V Desa Nagori Bandar Rejo pengusahanya adalah Saudari Safriani Chaniago atau sering di panggil Ani sekaligus Direktur CV. Mitra Nanggar Bayu.
Sapriani Chaniago dikonfirmasi melalui telepon selularnya sekira pukul 11.56 Wib siang, enggan memberi jawaban.
Camat Bandar Masilam Ida Royani dikonfirmasi terkait penambangan Tanah dan Pasir tersebut, ia mengatakan izin operasi tersebut dapat di lihat secara online.
Hal serupa juga terjadi pada galian type C bukan logam jenis tanah urug yang dikelola oleh salah seorang warga menggunakan fasilitas Daerah Aliran Sungai (DAS) untuk dijadikan jalan lintasan kenderaan truck berat pengangkut material tanah urug yang diangkut dari Nagori Lias Baru menuju lokasi pembangunan jalan tol di Nagori Bandar Rejo Kecamatan Bandar Masilam, Kabupaten Simalungun.
Akibatnya kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) tepatnya di pinggir Sungai Bah Bolon tersebut kondisinya sangat memperihatinkan dan sangat mengancam ekosistem yang ada, bahkan dapat dipastikan bila musim penghujan tiba dapat mengakibat banjir dan longsor di daerah tersebut, yang akhirnya sangat mengancam kelangsungan hidup masyarakat sekitarnya.
Salah satu warga, mengatakan bahwa pemilik tambang tersebut adalah Sudarso CV. Anugrah Lias Baru, yang sampai saat ini di duga melakukan pengerusakan lingkungan karena untuk kegiatan Pengangkutan Tanah Urug menggunakan Truk menggunakan Tanah (DAS).
Didapat informasi izin Quary yang dimiliki oleh Sudarso yang tertera dalam UPL UKL akses Road Material dari PT. PP.LONSUM.Tbk. Bah Lias Estate dan bukan melintasi dari Jalan DAS (Daerah Aliran Sungai) Lias Baru
PT. Pembangunan Perumahan Induk sebagai vendor tanah urug ke Jalan Tol sebelumnya dikonfirmasi terkait akses Road Material tidak boleh melalui DAS, sepertinya tidak dihiraukan oleh Sudarso selaku pemilik Quari CV. Anugrah Lias Baru. Bahkan diduga dari pihak PT. PP memberikan uang sebesar 200 juta untuk mematangkan akses jalan DAS tersebut (Memfasilitasi Pemilik Quari).
Diduga ada Konspirasi atau Bisnis, apakah itu dari GM PP Yusup Lukman ataupun PM PT.Pembangunan Perumahan (PP) Induk terkait didalamnya Seperti Humas PP Yus Yusup yang sudah mengkondisikan segala sesuatunya kepada Oknum ataupun kepada pemilik Quary tersebut.
Tim BAPPEDAS dan Gakkum dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan didesak agar segera dapat menindak lanjuti hal tersebut.
Perlu diketahui , Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012, Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara berbunyi :
Pasal 6 ayat (1) IUP diberikan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan permohonan yang diajukan oleh : a. badan usaha, b. koperasi, dan c. perseorangan. Ayat (4) IUP sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan setelah mendapatkan WIUP.
Selain itu peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Tahun 2021 menyebutkan pada Diktum 4 poin (b) berbunyi :
IUP sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu diberikan dengan jangka waktu : b. Tahap kegiatan operasi produksi dengan jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal persetujuan laporan studi kelayakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
Dampak yang dapat ditimbulkan dari aktivitas pertambangan illegal, dapat menurunkan kualitas lingkungan, pencemaran lingkungan, menyebabkan longsor dan banjir.
Serta dampak yang dapat ditimbulkan dari segi sosial, dapat mempengaruhi aktivitas masyarakat disekitar tambang. Misalnya masyarakat maupun perusahaan yang mengabaikan keselamatan pekerja tambang dan warga disekitarnya. Ungkap Parna Sitanggang.
Sumber : rumahrakyatonline.id