SIMALUNGUN – Persoalan pupuk subsidi yang diduga dijual di atas HET di Desa Nagori Mariah Jambi Simalungun terus bergulir.
Saat ini para petani dari beberapa kelompok tani yang merasa dirugikan bersiap mengambil langkah hukum terhadap pemilik UD FS di desa tersebut.
Permasalahan ini juga telah diketahui Pangulu Desa Nagori Mariah Jambi Simalungun, Darwis Tambunan.
Darwis yang ditemui wartawan menceritakan kronologis kejadian pertengkaran warga akibat pupuk subsidi yang tidak diberikan kepada petani terdaftar oleh UD FS.
Sebagai pangulu ia mengutamakan mediasi untuk mencari solusi terhadap persoalan ini.
“Kalau tidak pidana berat kami angkat tangan, tapi kalau tipiring, tindak pidana ringan, yanh bisa diukur, bisa dimediasikan, apa salahnya kita mediasikan. Tetap solusi yang kita cari,” ujarnya.
Namun ia mengatakan jika korban yakni RS ingin melanjutkan hal ini ke ranah hukum, itu adalah hak dia sebagai korban.
“Kita tidak bisa mengukur apakah ada delik hukum atau tidak dalam kasus ini, yang bisa mengukur adalah kepolisian,” tambahnya.
Sebelumnya, dugaan pupuk subsidi dijual di atas HET di desa Nagori Mariah Jambi Simalungun dianggap sudah keterlaluan dan menimbulkan pertengkaran antara pemilik kios dan petani.
Pasalnya pupuk subsidi yang seharusnya menjadi hak petani malah tidak diberikan, meskipun petani tersebut memiliki kelompok tani.
Penjual pupuk di Desa Nagori Mariah Jambi Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kabupaten Simalungun tersebut yakni UD FS diduga tidak ingin menjual pupuk subsidi dengan harga sesuai ketentuan pemerintah, melainkan di atas HET.
Bahkan ketika salahseorang petani berinisial RS menanyakan jatah pupuk subsidi miliknya, pemilik UD FS mengusirnya dengan bahasa yang menyakitkan hati.
Padahal, RS sendiri berada di Kelompok Tani Saroha dan tahun sebelumnya mendapat jatah pupuk 85 kilogram.
Bahkan berdasarkan data dari pupukbersubsidi.pertanian.go.id, nama RS alias Rajali Saragih terdaftar sebagai penerima pupuk subsidi di tahun 2024.
Adapun rincian jatah pupuk subsidi milik RS adalah 132 kilogram urea dan 88 kilogram NPK.
RS menceritakan sudah menanyakan itu kepada penyalur pupuk subsidi di desanya yakni UD FS, dan pemilik UD FS saat itu meminta RS datang esok hari.
“Empat hari kemudian aku datang ke rumahnya dia bilang sudah tidak ada jatahku. Habis lek dibilangnya,” cerita RS.
Kemudian RS melihat warga lain bernama Y alias Bapak K membawa 2 sak pupuk phonska dari kios tersebut, nyatanya pupuk itu masih ada. Lalu RS berinisiatif mendatangi UD FS lagi dan menanyakan jatah pupuk subsidinya, namun pemilik kios marah karena ditagih terus dan mengusir RS.
“Pigi kau, kumatikan kau nanti, katanya. Jangan kulihat kau disini lagi,” ucap RS menirukan ucapan pemilik kios saat itu.
Diduga pupuk-pupuk subsidi yang seharusnya untuk petani malah dijual seharga Rp400 ribu ke pemilik tanah garapan.
“Jadi kapan pupuk itu turun tidak diberi tahu ke petani. Akhirnya menumpuk di rumahnya, lama-lama dia jual,” kata RS.
Parahnya, petani juga harus memberi jagung hasil panen kepada koordinator tersebut agar diberikan pupuk subsisidi.
“Padahal pupuk itu kita beli juga, masa harus sama mereka juga jagung kita,” jelasnya.
Pemilik UD FS sendiri ketika dikonfirmasi terkait berita ini mengatakan bahwa jatah pupuk subsidi milik petani yang dimaksud memang tidak ada. Ia mengaku menjual pupuk subsidi sudah sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku.
“Semuanya sudah sesuai ketentuan, Bang,” ujarnya. (Rel/KTN)