Simalungun – Kliktodaynews.com Empat orang petugas Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Pematang Raya, Kabupaten Simalungun diduga melakukan penganiayaan kepada salah seorang warga binaan.
Tidak terima dengan perlakukan tersebut, pihak keluarga melaporkan kejadian itu kepada Sepri Ijon Maujana Saragih, S.H., M.H., dan Franciskus Siallagan, S.H., dari Kantor Hukum Sepri Ijon & Associates
Dalam pesan pers liris yang diterima redaksi kliktodaynews.com melalui pesan aplikasi Whatapp hari Selasa (11/8/2020) pukul 14.34 WIB, isinya menerangkan adanya dugaan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh oknum petugas Lapas Narkotika Kls IIA – Pematangsiantar Kec.Raya Kab.Simalungun terhadap salah seorang warga binaan berinisial JH di Lapas Narkotika Kls IIA – Pematangsiantar Kec.Raya Kab.Simalungun.
Terkait dugaan penganiayaan keluarga/orangtua korban pemukulan tersebut meminta kami untuk mendampingi dan memberikan bantuan hukum guna melindungi hak-hak anaknya sebagai Terpidana/warga binaan pada Lapas Narkotika Kls IIA – Pematangsiantar sesuai dengan Surat Kuasa Khusus tertanggal Senin (10/8/2020).
“Sesuai informasi yang kami peroleh, bahwa benar korban dipukul oleh 4 (empat) orang petugas Lapas (sipir)”, ungkap Sepri
Sepri menambahkan yang menjadi penyebab pemukulan tersebut, dikarenakan adanya teriakan para penghuni kamar (warga binaan) yang sekamar dengan korban dikarenakan pada saat itu air mati (tidak jalan).
Ia menjelaskan akibat insiden pemukulan tersebut, korban mengalami luka memar pada sebagian dari bagian tubuhnya seperti bagian kepala, mata, punggung dan tangan serta membuat korban menjadi trauma.
Menurut Sapri Atas kejadian tersebut, keluarga/orangtua korban merasa keberatan dan tidak terima terhadap perlakuan para petugas lapas tersebut terhadap anaknya”,ungkapnya.
Maka pada hari Senin (07/8/2020) kami selaku kuasa hukum mendampingi keluarga korban untuk membesuk korban sekaligus memastikan keadaan kesehatan korban, namun sayang kami harus kembali karena tidak diperkenankan masuk oleh petugas lapas yang sedang piket jaga saat itu ujar Sapri.
Sepri menceritakan dalam press releasenya “saat itu mereka (petugas lapas) mengatakan tidak boleh membesuk korban JH dikarenakan belum adanya izin untuk memberlakukan new normal perihal pandemi covid 19 “, ujarnya.
Padahal maksud dan tujuan kami dan keluarga datang hanya lah untuk membesuk, memastikan kondisi kesehatan korban dan mempertanyakan langsung perihal kejadian pemukulan tersebut agar dapat diselesaikan secara mediasi dan kekeluargaan.
“Merasa kecewa ibu korban kemudian membuat laporan pengaduan polisi di Polres Simalungun dengan STTLP Nomor : STPL/123/VIII/2020/Simal, dengan 4 (empat) orang petugas Lapas sebagai Terlapor kata Sapri.
Tindakan kekerasan demikian tidak dibenarkan oleh hukuk dan peraturan perundanga-undangan kita. Sebab pemerintah RI telah meratifikasi konvensi tentang menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman secara kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia yg tercover dalam UU No.5/1998. Disamping itu, tindakan tersebut juga adalah dugaan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud pada pasal 351 KUHPidana.
“Bahwa dalam Pasal 14 ayat (1) UU Pemasyarakatan telah diatur beberapa hal yang menjadi hak tahanan/narapidana dan tentu harus dihormati seluruh pihak”, jelas Sapri.
“Kami berharap ada itikad baik dari 4 (empat) orang petugas untuk mengklarifikasi, meminta maaf, memberikan garansi perlindungan moral dan moril dan tindakan yang tidak diskriminatif terhadal korban dan seluruh warga binaan lainnya” harapnya.
Dalam pesannya Sepri eeminta kepada Kalapas Narkotika Kls IIA Pematangsiantar Kec.Raya Kab.Simalungun, Kakanwil Kemenkumham Wilayah Sumut, Menkumham RI dan Presiden RI agar memberikan perhatian khusus terhadap kejadian2 seperti yang dialami korban dan memberikan sanksin tegas berupa pemecatan jika ada petugas lapas yang terbukti melakukan penganiayaan terhadap warga binaan (tanpa terkecuali).
Penutup Sepri berharap agar seluruh pihak tanpa terkecuali untuk menghormati hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa kekerasan dan intimidasi karena hukum adalah panglima di NKRI ini”,tutupnya. (RED/KTN)