Parapat-Kliktodaynews.com|| Kegembiraan dirasakan keluarga pasangan suami istri (Pasutri) Topan Bakkara (38) dan Harmilawaty (29) warga Simalungun. Sembilan bulan menantikan kelahiran anak ketiga mereka, Senin (16/10) malam sekitar pukul 19:30 WIB lahirlah bayi perempuan di Puskesmas Parapat, Simalungun dengan bantuan bidan desa Elvinawati Ambarita.
Namun kegembiraan itu tak berlangsung lama. Bayi mereka meninggal dunia di usia lima hari. Bahkan Harmilawaty, ibu sang bayi kritis dan harus menjalani kuret di Rumah Sakit Tentara (RST) Pematang Siantar.
Topan menceritakan, istrinya kali pertama bertemu Elvinawati di Posyandu Tanjung Dolok, tidak jauh dari kediaman mereka, sekitar Juli 2023.
Harmilawaty yang awalnya memeriksakan kandungannya di RSUD Parapat, diminta Elvinawati untuk berhubungan langsung dengannya saja terkait kehamilan. Sebab Elvinawati merupakan bidan desa di sana.
Mulai saat itu, Harmilawaty berhubungan dengan Elvinawati dan dipandu dalam proses kehamilannya hingga persalinan. Elvinawati pun memberikan nomor handphone agar mudah dihubungi.
Senin (16/10) pagi, Topan menghubungi Elvinawati dan memberitahukan sudah ada tanda-tanda istrinya akan melahirkan. Selanjutnya Elvinawati mengarahkan pasutri tersebut untuk langsung datang ke Puskesmas Parapat.
Topan segera membawa istrinya ke Puskesmas Parapat. Di Puskesmas, sekitar pukul 11.00 WIB istrinya ditangani oleh Elvinawati. Namun ia mengatakan Harmilawaty belum waktunya melahirkan, dan masih harus menunggu. Harmilawati pun ditempatkan di ranjang pasien sembari menunggu waktu yang tepat untuk melahirkan.
Barulah malamnya, sekitar pukul 19.30 WIB, Harmilawati melahirkan secara normal dan ditangani Elvinawati. Bayi yang dilahirkan Harmilawaty memiliki berat 3,2 kilogram dan panjang 49 centimeter. Persalinan Harmilawaty tersebut menggunakan jaminal Kesehatan BPJS.
Di tengah proses persalinan, setelah bayi diletakkan di ranjang bayi, elvinawatu menyampaikan kepada Topan bahwa ari-ari bayi masih tertinggal di rahim sang ibu.
“Pak, ini ari-arinya masih tinggal. Kalau dirujuk ke rumah sakit, nanti bisa kena biaya Rp6 juta karena tidak ditanggung BPJS. Kalau bapak mau, bisa kita usahakan ditangani di sini, tapi bapak bayarlah sama aku,” kata Elvinawati seperti disampaikan oleh Topan.
Topan yang malam itu merasa panik, langsung setuju dengan pernyataan Elvinawati. Baginya, yang penting istri dan anaknya sama-sama selamat dan dalam kondisi sehat.
Selanjutnya Elvinawati dengan menggunakan sarung tangan mengeluarkan ari-ari dari rahim Harmilawaty.
“Aku nggak tau apa yang dilakukan bidan. Apakah memberikan suntikan atau apa kepada istriku untuk mengeluarkan ari-ari itu,” tukasnya.
Tak lama, Elvinawati meminta kantungan plastik kepada Topan untuk tempat menyimpan ari-ari. Setelah ari-ari dimasukkan ke kantungan plastik, Topan menyimpannya. Kemudian, Topan bertanya apakah proses pengeluaran ari-ari sudah selesai.
“Saya tanya sama bidannya, sudah aman, Bu? Udah beres semua, katanya,” sebut Topan.
Lalu, Elvinawati menyuruh Harmilawaty untuk menyusui bayinya. Setelah bermalam di Puskesmas, keesokan harinya, Selasa (17/10) Elvnawati mengizinkan mereka pulang sembari meminta uang jasa mengeluarkan ari-ari dari rahim.
Topan lalu memberikan uang sebesar Rp600 ribu kepada Elvinawati dan menyampaikan itulah kesanggupannya. Sebab ia masih harus mengeluarkan biaya lagi untuk ongkos pulang ke rumah.
Topan pun membawa istri dan bayinya pulang. Sorenya, Elvinawati dan temannya datang ke rumah Topan dan menyuruh Harmilawaty menyusui bayinya. Setelah berfoto dengan bayi dan ibunya, Elvinawati dan rekannya segera bergegas meninggalkan rumah Topan.
Hari berganti. Namun Topan melihat kondisi kesehatan bayinya makin menurun. Hingga akhirnya Sabtu (21/10) dini hari, Topan melarikan bayinya ke IGD RSUD Parapat.
Di RSUD Parapat, bayi tersebut langsung ditangani petugas medis. Dari petugas medis di RSUD Parapat, Topan mengetahui bayinya sempat terminum air di ketuban sebelum dilahirkan.
“Kata petugas rumah sakit, ada air ketuban di dalam tubuh bayi. Mereka tanya di mana bayiku lahir,” kata Topan.
Topan pun menyampaikan bayinya lahir di Puskesmas Parapat dan ditangani bidan Elvinawati.
Menurut petugas rumah sakit kepada Topan, seharusnya saat selesai bersalin, air ketuban yang sempat terminum dikeluarkan dari mulut bayi.
Tanpa banyak berkomentar lagi, petugas di RSUD Parapat menyedot cairan air ketuban lewat mulut bayi. Upaya penanganan terhadap bayi tersebut telah dilakukan secara maksimal oleh petugas medis di RSUD Parapat. Namun karena keterbatasan sarana dan prasarana, bayi harus dirujuk ke rumah sakit yang memiliki ruang ICU.
Hingga kemudian bayi dirujuk ke RS Efarina Pematang Siantar yang memiliki ruang NICU. Di sana, bayi langsung mendapatkan pertolongan medis dan perawatan intensif. Di mana saat itu, si bayi dalam kondisi kritis. Namun malamnya, sekitar pukul 20.00 WIB, bayi tersebut tidak tertolong dan dinyatakan meninggal dunia.
Malam itu juga, keluarga membawa jenazah bayi ke kampung halaman di Reva, Sipolha, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, dan keesokan harinya, Minggu (22/10) jenazah bayi dimakamkan.
Setelah proses pemakaman, keluarga curiga melihat kondisi ibu bayi yang semakin drop. Atas saran keluarga, Harmilawaty dibawa chek up ke RS Murni Teguh Pematang Siantar, Senin (23/10).
Harmilawaty menjalani pemeriksaan dan ditangani dr Sutan Chandra SPoG.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dr Sutan dan melalui USG, diketahui ada jaringan di rahim Harmilawaty dan harus diangkat serta dibersihkan melalui tindakan kuret.
Harmilawati pun dirujuk untuk menjalani kuret di Rumah Sakit Tentara (RST) Pematang Siantar Selasa (24/10). Selanjutnya diperbolehkan pulang Rabu (25/10).
Dari rangkaian peristiwa tersebut, keluarga menduga kuat telah terjadi malpraktik dalam penanganan persalinan terhadap bayi dan ibunya. Hal lainnya yang membuat keluarga makin curiga, bidan Elvinawaty menuliskan dalam buku panduan persalinan (buku pink) ia telah mengunjungi Harmilawaty dan bayinya tanggal 25 Oktober 2023 dan 12 November 2023, lengkap dengan arahan. Padahal, saat keluarga membaca buku tersebut masih tanggal 21 Oktober dan 22 Oktober 2023, dan bayi telah meninggal dunia pada 21 Oktober 2023.
Keluarga besar sangat berharap tabir terungkap dan peristiwa ini tak terulang kepada orang lain. Sehingga atas kesepakatan keluarga, peristiwa tersebut dilaporkan ke Polres Simalungun dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kabupaten Simalungun, Kamis (26/10).
Kapolres Simalungun AKBP Ronald FC Sipayung telah menanggapi laporan yang disampaikan pihak keluarga pasien dan berjanji akan menindaklanjutinya.
Begitu juga Ketua IBI Kabupate Simalungun, Marice Simarmata yang ditemui di Sekretariat IBI Simalungun, Jalan Parahot, Kecamatan Siantar. Ia telah menerima laporan tertulis dan lisan dari keluarga pasien. Marice juga menyampaikan pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut.
Kabid Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun,Rosman Saragih SKM yang dikonfirmasi media menerangkan telah menanyakan ke puskesmas.
Berdasarkan keterangan dari puskesmas Parapat ia dapat informasi bahwa pasien melahirkan pada 16 Oktober 2023 dan pulang esok harinya. Kemudian bayi tidak minum asi dan dibawa ke RSUD Parapat.
“Ya sudah kita tanya kepala puskesmas, katanya bayi lahir tanggal 16 lalu pulang besoknya. Bayi tidak minum asi jadi dibawa ke RSUD Parapat entah berapa hari di sana kemudian dirujuk ke RS Efarina. Bayinya meninggal di RS Efarina. Konfirmasi saja ke direktur RSUD Parapat dan pihak RS Efarina,”katanya.
Terkait bagaimana penanganan di sana, Kabid menyarankan agar konfirmasi ke direktur RSUD Parapat dan rumah sakit Efarina di mana bayi meninggal dunia.
Kabid pun mengaku telah menegur pihak puskesmas terkait tidak adanya laporan perkembangan pasien pasca bersalin.
“Kalau berdasarkan keterangan dari kepala puskesmas, katanya pasien sudah bersalin baik dan sehat,”terangnya.
Namun Ketika disampaikan terkait adanya negosiasi antara bidan dengan keluarga pasien sebelum dikeluarkan ari-ari, Kabid menyatakan hal tersebut tidak dibenarkan.
“Itu kita cek nanti, tidak benar seperti itu, kita harus mengedepankan kemanusiaan. Pasien harus ditangani lebih dulu, nanti urusan lainnya,”terangnya.
Kabid pun mengaku baru tahu saat dikonfirmasi kalua ada case seperti itu dan pasien ternyata masih harus dirawat dan mendapatkan penanganan medis dari dokter hingga operasi di |Rumah Sakit Tentara, Pematang Siantar.
Kabid pun menerangkan akan memanggil bidan yang bersangkutan dan kepala puskesmas, Terkait informasi yang telah diterimanya, Kabid mengaku akan melakukan Analisa Bersama Ikatan Bidan Indonesia dengan memintai keterangan dokter SPoG.
Bidan Elvinawati Ambarita yang dikonfirmasi terkait hal tersebut belum memberikan jawaban hingga berita ini diterbitkan. Saat didatangi ke Puskesmas Parapat, Senin (30/10) Kepala Puskesmas dan Bidan yang bersangkutan tidak di tempat. (Tim/KTN)