SIMALUNGUN – Kliktodaynews.com Dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, disebut bahwa:”Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945″,
Sedangkan dalam Pasal 4 disebutkan tujuan koperasi adalah Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya serta masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat,sehingga dalam pelaksanaannya selalu berazaskan musyawarah mufakat dan keterbukaan.
Jika sebuah kebijakan diambil tanpa musyawarah dan mufakat pastinya akan menimbulkan sebuah permasalahan besar ditengah tengah kelompok ataupun masyarakat ,seperti halnya koperasi Dosroha yang bergerak dalam pengelolaan Lahan HTR(HutanTanaman Rakyak)dan beralamat di Jalan Siantar_BP.Mandoge Nagori Saribu Asih Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun,dibawah kepemimpinan Waster Manurung selaku ketua,Pahala Sihombing sebagai Sekretaris dan L.Ompusunggu sebagai bendahara .
Diduga dengan sepihak telah melakukan perjanjian kontrak MoU(Memorandum Of Understanding)dengan PT.TPL(Toba Pulp Lestari)untuk mengelola lahan HTR yang terletak di Register 2 Sibatuloting,tanpa adanya persetujuan ataupun musyawarah dengan anggota Koperasi,
Hal itu dapat digambarkan ketika rapat pengurus dan anggota untuk membahas keanggotaan koperasi yang sah dan membahas tujuan program pembagunan HTR(Hutan Tanaman Rakyat)yang diadakan pada hari Jumat (03/06/2021) sekira pukul 14:45 WIB dan berlangsung di Aula Nagori Buntu Turunan Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.
Waster selaku ketua koperasi didampingi Sekretaris dan Bendahara menyatakan,IUPHHK HTR(Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu)(HutanTanaman Rakya) yang yang telah mereka kantongi sudah berjalan hampir delapan tahun,namun selama itu dinilai gagal,alasannya dari 668 Hektar lahan yang seharusnya dikelola oleh koperasi paling hanya 30 persen saja yang di kelola,sisanya msih ada 70 persen yang tidak terjamah.
Bahkan sebagian angota malah menanam kelapa sawit,kunyit,jahe,dan sejenis tanaman muda lainnya, “Nah itu sudah menyalahi kesepakatan sesuai peraturan menteri kehutanan,karena kita seharusnya menanam jenis kayu kayuan,jadi saya sudah diancam oleh Dinas Kehutanan akan mencabut ijin yang telah diberikan,bahkan saya sudah hampir ribut dengan kehutanan, oleh karena itu KPH 2 Pematang Siantar memerintahkan kami untuk segera lakukan MoU dengan PT.TPL”,agar ditanam kayu,ungkapnya diawal rapat.
Sementara itu Pahala Sihombing selaku Sekretaris memaparkan tentang aturan pengelolaan lahan HTR dan perlunya menjaga perlindungan alam,ia juga mengatakan,bahwasanya tanpa bapak angkat jelas mereka tidak akan maksimal mengelola Lahan HTR tersebut sesuai dengan peraturan menteri yang telah disepakati,jadi PT.TPL adalah satu satunya solusi menurut mereka.
Mengetahui lahan yang seharusnya mereka kelola ternyata akan diambil alih oleh PT.TPL langsung menuai protes,hampir seluruh anggota yang hadir menyatakan tidak setuju atas keputusan pengurus,seperti halnya ungkapan seorang petani bermarga simanjuntak,dahulu ayahnya bersusah payah membuka lahan tersebut,jika dihitung hampir 1 gelas darah ayahnya tumpah dilahan itu digigit binatang,jadi mengingat itu dia akan mempertahankan lahan tersebut walau pun bertaruh nyawanya,”jangan nanti antara pengurus koperasi dengan Pihak PT.TPL telah melakukan kesepakatan dan kenyataannya akan terbentur dengan kami petani dilapangan,darah ayah saya lebih 1 gelas tumpah membuk lahan tersebut,maka untuk mempertahankannya nyawa saya pun siap taruhannya,ungkapnya dengan nada tinggi.
Masih simanjuntak,”jika memang untuk menjaga alam agar ekosistem tetap terjaga menurutnya bukan menanam Calyptus solusi terbaik,”saya sekolah pertanian,jadi bukan alasan yang tepat harus menanam Calyptus agar alam terjaga,tetapi tanaman kayu seperti jengkol,petai,kopi,rambung dan lainnya merupakan yang terbaik”,dan kami sudah menanam itu dilahan tersebut,jadi tidak ada alasan pengurus untuk menyerahkannya kepada PT.TPL”,ungkapnya menghakhiri.
Menanggapai hal tersebut,pengurus koperasi menyatakan tidak ada alasan anggota untuk menolak,karena lahan tersebut bukan milik pribadi tetapi milik negara,dan mereka melakukannya sudah sesuai aturan yang berlaku.
Selanjutnya,suasana semakin memanas karena pengurus tetap teguh akan melanjutkan MoU dengan PT.TPL meskipun anggota menyatakan tidak setuju,anggota rapat kadang bersorak mendengar penjelasan pengurus,sambil berceloteh “kami tidak setuju”kami tidak setuju”,
Selanjutnya Susilo Atmaja Purba merupakan perwakilan warga Nagori Bosar Nauli Kecamatan hatonduhan kabupaten simalungun sekaligus Reporter media Kliktoday News mempertanyakan 5 hal sekaligus juga konfirmasi,pertama apakah dasar hukum MoU Koperasi dengan Perusahaan,ke dua berapa luas lahan yang ber hak dimiliki oleh anggota koperasi sementara ada beberapa oknum yang memiliki luas lahan hingga puluhan hektar,ketiga,mengapa ada pejabat bahkan dari luar daerah yang bisa menguasai lahan di HTR tersebut, dan keempat, mengapa ada anggota koperasii telah memiliki Surat IUPHHK HTR namun tidak pernah memiliki lahan tersebut karena menurut salah satu anggota sudah dikuasai oleh orang lain atas perintah Ketua Koperasi,ke lima,berapakah nilai kontrak kesepakatan antara koperasi dan PT.TPL.
Menanggapai hal tersebut Waster selaku ketua menyatakan,adanya sesorang menguasai lahan yang luas karena merupakan pemodal,”ketika kami mengurus ini harus ada yang membiayai perjalanan, biaya hotel dan saat iti Semua biaya didahulukan Oleh Bendahara,makanya beliau memiliki lahan yang luas disana”,ungkap waster menjawa,namun untuk menjawab pertanyaan lainnya tanpaknya pengurus enggan menjawab dengan alasan agar tidak perlu mencari cari kesilapan karena tujuan mereka adalah mensejahterakan masyarakat(masyarakat yang mana:SAP).
Sehingga diduga melihat banyak ketimpangan yang sedang terjadi sekitar lebih dari setengah masyarat yang menghadiri rapat langsung meninggalkan ruang rapat dan bersorak penuh riuh sebagai tanda menolak semua keputusan yang akan diambil oleh pengurus koperasi Dosroha.
Diakhir rapat manajer PT.TPL, Jasmin Parhusip menyatakan Statement,”mewakili PT.TPL hal ini kami serahkan sepenuhnya kepada koperasi Dosroha,karena 668 Hektar lahan tersebut merupakan hak dari bapak dan ibu dan bukan Hak PT.TPL,jadi silahkan menentukan keputusan yang terbaik,dan nantinya apabila terjadi kesepakatan maka kami dari PT.TPL akan membayar 7,5juta per hektar nilai maksimalnya dari 1 musim putaran pañen(4 tahun)”dan nantinya apabila terjadi kesepakatan kami juga mengintervensi agar para pengurus koperasi melakukan keterbukaan publik atau transparansi namun kami juga tidak ingin kita bekerja sama dengan silang sengketa”,ungkapnya menghakhiri.
Terpisah salah satu anggota rapat yang meninggal kan ruangan sebelum rapat usai berhasil ditemu awak media ini Menyatakan bahwa dia dan rekannya sengaja meninggalkan ruang rapat sebagai tanda menolak keputusan pengurus koperasi yang dianggap sepihak menentukan keputusan,”kami akan tetap kekeh mempertahankan lahan yang kami kerjakan,jika lahan itu dikuasai PT.TPL kami tidak memiliki pekerjaan lagi,padahal selama ini untuk menghidupi keluarga kami hanya mengandalkan lahan tersebut, jadi apapun katanya kami tetap menolak,bahkan apapun resikonya,”pungkasnya sàmbil berlalu.(SAP/BS)