MEDAN, Kliktodaynews.com|| Ketua Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI) Sumatera Utara, dr. Syaiful Sitompul, menyoroti berbagai tantangan besar yang dihadapi oleh rumah sakit di Sumatera Utara dalam era transformasi digitalisasi kesehatan.
Proses ini menjadi ujian penting yang harus segera direspon oleh setiap fasilitas layanan kesehatan agar tetap relevan dan dapat beroperasi sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam konferensi pers yang digelar Jumat (16/8/2024) di Medan, dr. Syaiful menjelaskan bahwa transformasi pelayanan kesehatan saat ini difokuskan pada enam pilar Utama yakni Transformasi Layanan Primer, Transformasi Layanan Rujukan, Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan, Transformasi Sistem Pembiayaan Kesehatan, Transformasi Sumber Daya Manusia Kesehatan, dan Transformasi Layanan Teknologi Kesehatan.Tantangan Besar Rekam Medis Elektronik
Salah satu aspek penting dalam transformasi digital adalah implementasi Rekam Medis Elektronik (RME).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 24 Tahun 2022, setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib menyelenggarakan rekam medis elektronik dengan memperhatikan prinsip keamanan dan kerahasiaan data. Sistem ini memungkinkan interoperabilitas dengan platform nasional, yaitu Satu Sehat.
Namun, dr. Syaiful menyoroti beberapa tantangan yang dihadapi oleh rumah sakit dalam menyelenggarakan rekam medis elektronik, terutama terkait integrasi dengan platform Satu Sehat.
“Dari 214 rumah sakit di Sumatera Utara, 69 di antaranya belum sepenuhnya mengimplementasikan rekam medis elektronik. Namun, mereka telah memulai komunikasi aktif dengan Kementerian Kesehatan untuk mempercepat proses ini,” ujar dr Syaiful, Jumat (16/8/2024) di Medan.
Sanksi Administratif dan Risiko Akreditasi
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan memberikan batas waktu bagi rumah sakit untuk menyelesaikan implementasi rekam medis elektronik dan mengintegrasikannya dengan platform ‘Satu Sehat’.
Batas waktu ini terbagi dalam beberapa tahapan, dengan ancaman sanksi administratif yang serius jika tidak dipenuhi, termasuk pencabutan status akreditasi yang berdampak langsung pada kelangsungan kerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Dr. Syaiful menjelaskan, sanksi administratif bisa berupa teguran tertulis hingga pencabutan izin operasional jika rumah sakit tidak memenuhi kewajiban ini hingga 31 Desember 2024.
Ia juga mengingatkan bahwa integrasi ini harus mencapai tingkat 100% untuk data kunjungan pasien, dengan target yang ketat hingga akhir 2024.
Selain tantangan terkait digitalisasi, rumah sakit di Sumatera Utara juga dihadapkan pada penilaian kelayakan kerjasama (rekredensialing) dengan BPJS yang dijadwalkan ulang pada bulan Oktober mendatang.
Penilaian ini akan menentukan apakah rumah sakit masih layak bekerjasama dengan BPJS atau tidak.
“Jika dinyatakan tidak layak, rumah sakit tersebut berisiko kehilangan kerjasama dengan BPJS, yang tentu akan berdampak signifikan terhadap operasional mereka,” bebernya.
Tantangan lainnya, kata dr Syaiful, adalah pelaksanaan rekam medis elektronik dan penerapan kelas rawat inap standar (KRIS). Di mana, Pada 30 Juni 2025, rumah sakit harus memenuhi 12 parameter standar yang ketat untuk kelas rawat inap, termasuk komponen bangunan, ventilasi udara, pencahayaan, temperatur ruangan, hingga kelengkapan tempat tidur.
“Jadi rumah sakit harus menyediakan 40 persen tempat tidurnya. Jadi misalnya tempat tidurnya 200, 40% dari situ berarti 80 harus disediakan, nanti ini akan berlaku 30 Juni 2025,” terangnya.
Workshop dan Persiapan Menghadapi Tantangan
PERSI Sumatera Utara telah menginisiasi serangkaian workshop dan pelatihan bagi anggotanya untuk mempercepat adaptasi terhadap perubahan ini.
Salah satu upaya tersebut adalah penyelenggaraan workshop rekam medis elektronik serta pengiriman delegasi ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo untuk belajar lebih lanjut tentang sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS) yang berbasis elektronik.
Dalam waktu dekat, pihaknya juga akan mengadakan workshop lanjutan pada 6-7 September di Hotel Le Polonia Medan, dengan narasumber dari berbagai kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Ujung Pandang, dan Yogyakarta.
Melalui kegiatan ini, dr Syaiful berharap agar seluruh rumah sakit di Sumatera Utara dapat berpartisiasi untuk hadir mengikuti workshop ini. (SGH)