Kapolda Sumut, dalam keterangannya, menekankan bahwa penonaktifan tersebut bukan bentuk hukuman, melainkan bagian dari proses pemeriksaan internal agar tidak terjadi benturan kepentingan dalam penyelidikan.
Tujuannya, semata-mata agar proses berjalan objektif, tanpa intervensi jabatan, dan hasilnya bisa dipertanggungjawabkan kepada publik.
Di sisi lain, dukungan masyarakat terhadap tindakan Kapolres dalam membela diri juga menjadi catatan penting.
Diketahui, Kapolres sebelumnya telah memberikan tiga kali tembakan peringatan, namun tidak diindahkan oleh kelompok remaja yang menyerang dengan batu dan benda tumpul. Tindakan tegas itu pun dipandang sebagian warga sebagai bentuk keberanian aparat dalam menjaga ketertiban.
Namun demikian, dalam negara hukum, setiap tindakan kepolisian tetap perlu diuji berdasarkan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Oleh sebab itu, upaya transparansi yang dibuka oleh Kapolda Sumut harus dipahami sebagai bentuk penghormatan terhadap hukum dan kepercayaan publik.
Masyarakat diimbau untuk tidak terpancing provokasi atau narasi-narasi yang menyudutkan proses penegakan hukum yang sedang berlangsung.
Justru inilah saatnya seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh masyarakat dan pemerintah daerah, untuk bersatu menjaga situasi tetap kondusif dan mendukung pemberantasan narkoba serta perbaikan kondisi sosial di Belawan secara komprehensif.
“Apapun alasannya, narkoba dan kejahatan jalanan dilarang. Polisi dan masyarakat harus bahu-membahu memberantasnya,” tegas Anang Iskandar.
Langkah Kapolda Sumut yang membuka ruang transparansi dan melibatkan pengawasan eksternal menjadi cerminan reformasi Polri yang berjalan ke arah lebih baik.