Indonesia Beresiko Tinggi Polio

Prof dr Ayodhia Pitaloka Pasaribu MKed(Ped) SpA(K) PhD(CTM)
Bagikan :

MEDAN – Kliktodayanews.com||  Terdata 32 provinsi di 399 kabupaten/kota di Indonesia beresiko tinggi penyebaran polio khususnya polio tipe 2. Sedangkan 8 provinsi melaporkan kejadian luar biasa (KLB) kasus polio di negeri ini.

Prof dr Ayodhia Pitaloka Pasaribu MKed(Ped) SpA(K) PhD(CTM), memaparkan hal itu dalam kegiatan Pelaksanaan Advokasi dan Penguatan Imunisasi IPV2 yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Kamis (01/08/2024).

Ayodhia juga memaprkan, Poliomyelitis merupakan penyakit yang ditularkan oleh virus polio yang termasuk dalam golongan entrrovirus. Virus ini berkembang di saluran pencernaan dan menyerang system saraf sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, terutama pada anak yang belum mendapatkan imunisasi.

“Terdapat 12 kasus polio dan 32 anak sehat positif polio yang tersebar di 8 propinsi di Indonesia rentan waktu 2022 hingga 2024,” kata Ayodhia.

“Imunisasi merupakan upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila suatu saat terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya sakit ringan,” ujar dokter spesialis anak.

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Bapak Drs. Basarin Yunus Tanjung melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Sumut Novita Saragih dalam kegiatan Penguatan Imunisasi IPV2 di Medan, Kamis (1/8/2024).

Dikatakannya, pelaksanaan imunisasi merupakan perwujudan dari komitmen dalam bela negara. dr. Novita juga menjelaskan pentingnya imunisasi dalam melindungi warga negara Indonesia dari berbagai penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti polio, difteri, hepatitis, pertusis, tetanus dan campak rubella.

“Masyarakat Indonesia yang hidup sehat, kuat dan unggul menjadi modal awal bagi sebuah bangsa yang maju, ” ucapnya.

Imunisasi juga menjadi faktor penting dalam penurunan angka stunting karena termasuk salah satu intervensi spesifik yang sejalan dengan rencana pembangunan nasional bidang kesehatan pada RPJMN 2022-2024.

“Indonesia telah mendapatkan sertifikat bebas polio pada tahun 2014. Artinya Indonesia harus memiliki cakupan imunisasi yang tinggi dan merata agar status bebas polio dapat dipertahankan. Konsekuensinya penemuan satu kasus polio merupakan suatu kejadian luar biasa (KLB), ” ungkapnya.

“Secara nasional tercatat KLB polio terjadi di Aceh (3 kasus), Jawa Barat (1 kasus), Jawa Tengah (1 kasus), Jawa Timur (2 kasus), Papua (4 kasus) dan terakhir Banten (1 kasus). Oleh karena itu kita perlu menguatkan imunisasi polio untuk pencegahan penyakit polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan permanen termasuk penguatan imunisasi IPV, ” urainya.

Sejauh ini, Indonesia telah melaksanakan tahapan-tahapan yaitu kampanye imunisasi tambahan polio (TOPV) nasional, penarikan vaksin OPV secara bertahap yang dimulai dengan penggantian dari trivalent oral polio vaccine (TOPV) menjadi bivalent oral polio vaccine (BOPV), dan introduksi satu dosis inactivated poliovirus vaccine (IPV) pada tahun 2016.

“Penarikan OPV secara bertahap yang dimulai dengan penggantian TOPV ke BOPV dan introduksi IPV bertujuan untuk mencegah munculnya kasus circulating vaccine-derived polio viruses (CVDPV) dan vaccine-associated paralytic polio (VAPP) yang disebabkan oleh virus polio yang berasal dari virus polio sabin, ” jelasnya.

WHO mulai 5-7 Oktober 2020, tambahnya, mencatat bahwa produksi IPV telah meningkat secara signifikan sehingga memungkinkan untuk melaksanakan introduksi atau pengenalan IPV dosis kedua atau IPV2 ke dalam jadwal imunisasi rutin di 94 negara yang saat ini menggunakan IPV satu dosis dan BOPV.

“Penambahan dosis kedua IPV akan meningkatkan perlindungan terhadap semua virus polio, termasuk perlindungan terhadap kelumpuhan yang disebabkan oleh VDPV2, ” urainya

Berdasarkan rekomendasi WHO, lanjutnya, maka dilaksanakan introduksi imunisasi IPV2 pada imunisasi rutin. Jadwal IPV yang dianjurkan pada imunisasi rutin adalah usia 4 bulan untuk IPV dosis pertama diberikan bersamaan dengan vaksin DPT-HBHIB3 dan OPV4. “Sedangkan pemberian IPV2 diberikan pada usia 9 bulan bersamaan dengan imunisasi campak-rubela, ” pungkasnya di acara Pelaksanaan Advokasi dan Sosialisasi dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Imunisasi IPV-2. (SGH)

Bagikan :