Keluhan warga mengenai suara musik yang hingar-bingar hingga dini hari, aktivitas yang mengganggu ketertiban umum, serta indikasi pelanggaran sosial menjadi dasar kuat dilakukannya penindakan.
Keresahan warga terutama dipicu oleh kebisingan musik yang dinilai mengganggu waktu istirahat masyarakat sekitar.
“Hingar-bingar musiknya sering mengganggu ketenangan dan ketenteraman warga pada malam hari, bang,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan identitasnya.
Warga lainnya juga menyoroti lokasi De Tonga yang berdampingan langsung dengan rumah ibadah. Kondisi tersebut dinilai tidak pantas dan mencederai rasa nyaman serta ketenteraman lingkungan. Keluhan ini telah berulang kali disampaikan warga sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi sosial di wilayah mereka.
Tak hanya itu, masyarakat turut mengungkap dugaan aktivitas yang mengarah pada praktik prostitusi, ditandai dengan adanya penampilan sexy dancer di area bar. Kekhawatiran tersebut menjadi salah satu alasan aparat melakukan penelusuran lebih mendalam.
Hasil penindakan mengungkap fakta yang lebih serius. Kapolrestabes Medan menyatakan bahwa pihak kepolisian menemukan dugaan keterlibatan manajemen De Tonga dalam peredaran gelap narkoba. Tempat hiburan tersebut dinilai berpotensi kuat menjadi lokasi terjadinya tindak pidana narkotika dan pelanggaran hukum lainnya.
Atas dasar laporan masyarakat dan hasil pengungkapan aparat, Polrestabes Medan merekomendasikan kepada Pemerintah Kota Medan untuk mencabut izin operasional De Tonga.
Dalam kasus ini, empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, sementara tiga orang lainnya diamankan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan.
