Mendesak Pendekatan HAM dalam Pemberantasan Korupsi
Lalu, apa yang harus dilakukan? Pertama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aparat penegak hukum lainnya perlu mengintegrasikan perspektif HAM dalam penyelidikan dan penuntutan. Dalam setiap berkas perkara korupsi, selain menghitung kerugian finansial, jaksa harus juga merinci dampak korupsi tersebut terhadap pemenuhan HAM masyarakat. Misalnya, dalam kasus korupsi dana bansos, dakwaan harus menjelaskan bagaimana tindakan terdakwa telah mencabut hak atas jaminan sosial bagi ribuan keluarga miskin.
Kedua, hakim harus berani menjadikan “dampak terhadap HAM” sebagai pertimbangan memberatkan dalam menjatuhkan pidana.
Koruptor yang menyebabkan terganggunya layanan kesehatan dasar atau pendidikan publik layak mendapatkan hukuman yang lebih berat, karena perbuatannya tidak hanya merugikan negara tetapi juga merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa.
Ketiga, masyarakat sipil dan media massa harus terus-menerus membingkai ulang korupsi sebagai pelanggaran HAM.
Dengan demikian, tekanan publik tidak hanya menuntut pengembalian uang negara, tetapi juga pemulihan hak-hak warga negara yang terampas.
Kesimpulan
Korupsi adalah musuh utama demokrasi dan HAM.
Ia adalah kanker yang menggerogoti cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan memandang korupsi sebagai pelanggaran HAM, kita tidak lagi sekadar memenjarakan para koruptor, tetapi kita sedang memperjuangkan hak seorang anak untuk bersekolah, hak seorang ibu untuk melahirkan dengan selamat, dan hak setiap warga negara untuk hidup dalam lingkungan yang berkeadilan.