Batu Bara-Kliktodaynews.com Pemerintah kabupaten (Pemkab) Batu Bara, setiap tahun pada moment Peringatan HUT Kemerdekaan RI selalu menggelar prosesi TAPTU (jalan obor) dan Ziarah ke makam 2 pejuang yang gugur terkenan bedil penjajah dalam perang Kemerdekaan.
Jum’at malam (16/8/1/2019), saat digelarnya prosesi TAPTU pada tahun ini, bahkan Batubara Ir.H.Zahir.MAP turut menghadiri malam Taptu di Desa Simpang Dolok, Kecamatan Datuk Lima Puluh, Kabupaten Batubara.
Pantuan tim liputan media ini, tampak hadir pula dalam kegiatan tersebut, Wakil Ketua DRPD Syafrizal Ramli.SE.MAP, Asisten II Setdakab Renold Asmara, Kadis Kominfo Andri Rahadian, AP, Danramil 03 Limapuluh di wakili Sertu Suhardi, Kapolsek Limapuluh AKP Jhony Andries Siregar, SH, Camat Datuk Limapuluh Ngatirun, SH, Kepala Desa Simpang Dolok Yusnan, mantan kades OK Suhemi, SH, Ketua MPC Pemuda Pancasila Kabupaten Batubara Zulkifli Has, Ketua IPK Zulkifli Efendi, Kades Cahaya Pardomuan Donny Ambarita, Anggota DPRD terpilih Azwar Simanjuntak, SE, Ketua PAC Datuk Limapuluh Irwansyah. SPd.
Sedangkan tokoh masyarakat setempat, OK Suhemi yang sempat ditemui, kepada awak media ini mengisahkan sejarah maupun kronologis gugurnya 2 pejuang, yakni Jijen dan Kobir. Bermula dari peristiwa yang terjadi pada tanggal 14 Agustus pada satu agresi ke ll penjajahan Belanda hingga mengakibatkan gugurnya 2 dari ribuan pejuang revolusi Kemerdekaan Indonesia.
“Jadi pada saat itu ada kontak senjata antara laskar rakyat Indonesia dengan kolonial Belanda yang terjadi pada 13 Agustus 1947 pukul 10.00. Pada waktu itu komandan laskar rakyat kemerdekaan Republik Indonesia yaitu Letnan Hasbi bin Thalib Gading, sesudah beliau mendapat laporan dari laskar yang berada di Sungai Ular Perbaungan bahwa ada tentara Belanda yang akan melintasi Limapuluh dengan membawa pasukan senjata lengkap menaiki kereta api dari Medan menuju Kisaran”, ungkapnya mengisahkan.
“Maka dengan adanya laporan tersebut komandan laskar Letnan Hasbi Bin Thalib Gading memberitahukan dan memerintahkan kawan kawan seperjuangan yang masih berkumpul di Simpang Dolok antara lain : Bachtiar Uteh, Biruddin Ahmad Bari, Itam Parto, M Yusuf, Ahmad Anwar, Itam Kingking, Bahrum dan banyak lagi yang tak dapat disebutkan namanya satu persatu dan pejuang ini semuanya sudah meninggal dunia”, ujar Suheimi melanjutkan cerita.
“Hanya yang masih hidup sampai sekarang adalah komandan laskar tersebut yaitu Letnan Hasbih bin Thalib Gading dan sekarang beliau tinggal di Serdang Bergadai dan menjadi Veteran Kabupaten Serdang Berdagai. Tesus pada tanggal 13 malam 14 Agustus 1947 Letnan Hasbih Bin Thalib Gading memerintahkan laskar yang ada di Simpang Dolok agar secepatnya bergerak datang ke Limapuluh. Tujuannya untuk melakukan sobotase dengan membongkar rel Kereta Api (KA) tersebut”, sebutnya.
“Laskar pejuang langsung mengadakan pembongkaran rel Kreta Api dengan susah payah di lokasi yang sekarang berada lebih kurang 500 meter dari blok 8 Limapuluh. Sedang pada 14 Agustus 1947 pukul 10.00 WIB datang KA dari jurusan Medan menuju Kisaran dengan 5 gerbong. Kepala gerbong KA disebut ada dua satu di depan dan satu ada di belakang gerbong”, katanya
Selanjutnya Laskar pejuang siaga menanti kedatangan Kereta Api pengangkut tentara kolonial Belanda, setelah nantinya Kereta Api anjlok. Lalu setelah gerbong depan terguling, disitulah terjadi kontak senjata antara kolonial Belanda dengan laskar Indonesia menggunakan senjata jenis senapan Locok.
Sesudah gerbong depan terguling dan mendapat serangan maka tentara Belanda membalas menggunakan senjata kaliber 12,7 dan senapan mesin militer yang lebih canggih.
Sehabis melepaskan gerbong terguling, pasukan Belanda mundur kembali ke arah Medan dengan menggunakan kepala kreta diposisi belakang sambil melepaskan tembakan kepada laskar Indonesia secara membabi buta. Dilokasi pertemuran tiba Jijen Bin Umar dan Kobir bin Pudung yang diperintahkan mengantar nasi sebagai pembekalan untuk laskar di Limapuluh.
Dengan menggunakan sepeda onthel, sesaat tiba di lokasi Jijen dan Kobir meletakkan sepeda dan menyerahkan makanan kepada para laskar. Keduanya ikut bergabung dan berlindung di balik pohon rambung (karet). Seterusnya gerbong depan terguling, mendapat serangan maka tentara Belanda membalas menggunakan senjata kaliber 12,7 dan senapan mesin militer yang lebih canggih.
Kemudian usai melepaskan gerbong terguling, pasukan Belanda mundur kembali ke arah Medan dengan menggunakan kepala Kreta Api diposisi belakang sambil melepaskan tembakan kepada laskar Indonesia secara membabi buta.
Sedang pasukan Jijen dan Kobir hanya mempunyai senapan Locok, hingga tak berselang lama Jijen didapati roboh dan tewas tertembak pasukan Belanda. Jijen pun terkena tembakan pada bagian kepalanya, sementara Kobir tertembak pada bagian dadanya.
Demikian setelahnya, kreta Api yang membawa pasukan Belanda balik ke arah Medan, sedangkan komandan laskar Indonesia Letnan Hasbi Bin Thalib Gading kembali mengumpulkan teman teman seperjuangan untuk segera membawa mayat Jijen dan Kobir bersama laskar pejuang yang selamat pada pertempuran tersebut ke Simpang dolok.
Lalu masyarakat menyambut kedatangan kedua jenazah untuk selanjutnya dikebumikan di perkuburan muslim (TPU) desa Simpang Dolok, kecamatan Limapuluh (sekarang kec. Datuk Limapuluh), kabupaten Batubara.
REPORTER || Bima I S Pasaribu