KPK Dipinta Usut Proyek Pelabuhan 1 Kuala Tanjung di Batu Bara Sumut

Bagikan :

BATU BARA – Kliktodaynews.com|| Lembaga Tinggi Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK-RI) dipinta mengusut Proyek Strategis Nasional Pelabuhan Indonesia (Pelindo-1) hubungan internasional Kuala tanjung, kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera. Ada terindikasi kuat dugaan di areal lokasi lahan sebagai sarana pendukung pelabuhan lahan bekas (eks tanah) sungai badak mati yang dikeluarkan surat keterangan tanah timbul. Jum’at (30/7/2021).

Hal ini jadi sorotan LSM KCBI dan LPPNRI Batu Bara, bahwa lahan tersebut kembali berfungsi bongkar muat Container.

Luas laha bekisaran 52 rante yang dikeluarkan surat Keterangan tanahnya. Seolah-olah negara membeli tanah negara.

Tanah tersebut dugaan telah diperjual belikan ke PT. Pelindo I kuala tanjung melalui PT. Prima Multi Purpose Terminal (PMT) anak Perusahaan dari PT. Pelindo-I. Sebut Agus Sitohang Ketua KCBI batu bara dan Roberth Simanjuntak. SH (LPPNRI ) menirukan Penuturan Ibrahim.

menurut Agus Sitohang Bersama Ibrahim dan Roberth Simanjuntak, SH menuturkan saat makan bersama di sei rindam Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batu Bara. Kamis (29/07/2021).

Pada kesempatan itu Ibrahim langsung menuturkan: Bahwa tanah-tanah tersebut dulunya adalah tanah eks sungai badak mati dan yang 52 rante sebutan tanah timbul, sebelumnya berair dan hutan mangrove dalam kawasan PT. Inalum.

Setelah hadirnya rencana pembangunan Pelabuhan kuala tanjung, baru timbul pemikiran menguasai tanah tersebut seolah milik nelayan dan diatas namakan oknum, itulah kesepakatan dalam rapat.

Ibrahim juga menyebutkan kami sebagai nelayan terlibat membersihkan bersama-sama kawan nelayan termasuk tanah eks badak mati dan tanah timbul tersebut.

Dan ketika tanah -tanah tersebut sudah diperjual belikan, kami merasa dibohongi yang rencananya pembagian hasil penjualan tanah tersebut akan dibagi rata, tetapi kami para nelayan yang berperan membersihkan, hanya diberi upah kerja pembersihan saja.

Besaran nilai uang penjualan tanah yang disebut tanah timbul milyaran Rupiah sedangkan yang disebut tanah eks sungai badak mati bekisaran hampir Rp.500 juta.

kalau diproses sesuai aturan dan hukum. Tanah tersebut tidak boleh dikuasai secara pribadi, itukan tanah eks sungai badak mati dan tanah timbul zona hutan mangrove, seharusnya tanah itu dalam kekuasaan Negara.

Dipastikan alas Hak tanah tersebut tidak ada, hanya SKT yang diterbitkan kepala desa atas nama oknum. para nelayan disini semua sudah tau hal tanah tersebut, sudah tidak menjadi rahasia umum lagi. Ujar Ibrahim.

Agus Sitohang mengatakan, jika demikian prosesnya terkait tanah-tanah tersebut ada keterkaitan oknum BPN dalam hal bisa meloloskan pembuatan SHM atas nama oknum, tanpa melihat alas hak SKT maupun lokasi tanah yang langsung berhubungan dengan laut di pantai. Ujar Agus Sitohang.

Kedua aktivis ini meminta pada pihak APH khususnya kepada KPK-RI agar dapat menindak lanjuti informasi kami ini.

Dalam dekat ini kami akan menyurati KPK-RI untuk meminta melakukan Audit terkait Pembangunan Pelabuhan Indonesia -I hubungan Internasional dikuala tanjung, Demi tegaknya rasa keadilan dan hukum di NKRI. tegasnya.Demikian legal opinion Ketua KCBI Agus Sitohang dan Ketua LPPN-RI Roberth Simanjuntak, SH serta Ibrahim selaku warga. (STAF07/KTN)

Bagikan :