Pematangsiantar-Kliktodaynews.com Polemik bantuan sosial berupa 5 (lima) item bahan pokok yang disalurkan oleh Pemerintah Kota Pematangsiantar, organisasi Indonesian Independence Institute (III) melaporkan dugaan Mark Up biaya bahan pokok ke Kepolisian Resor Kota Pematangsiantar.
Sebelumnya, Indonesian Independence Institute telah melayangkan surat laporan pengaduan pada tanggal 25 April 2020.
Yang menjadi dasar pemikiran laporan pengaduan tersebut, adanya dugaan Mark Up biaya terhadap 5 (lima) item bahan pokok yang disalurkan kepada penerima bantuan sebanyak 15.555 KK masyarakat Kota Pematangsiantar.
Usai dimintai keterangan oleh Kepolisian Resor Kota Pematangsiantar melalui unit Tipidkor, Kamis 14 Mei 2020, Ketua Indonesian Independence Institute (III) Agustian Tarigan mengatakan bahwa laporan pengaduan tersebut sedang dalam proses penyelidikan.
“Kita baru saja dipanggil oleh Kepolisian Resor Kota Pematangsiantar untuk dimintai keterangan terkait laporan pengaduan atas terjadinya dugaan Mark Up biaya barang dan jasa pada bantuan 5 (lima) bahan pokok yang disalurkan oleh Pemko Siantar bulan April lalu,” ungkapnya.
Menurut hasil investigasi Indonesian Independence Institute (III), merujuk dari jumlah bantuan yang dirancang oleh Pemerintah Kota Pematangsiantar yaitu sebesar 200 ribu Rupiah. Namun, dalam satuan hitungan terhadap 5 (lima) bahan pokok seperti 10Kg Beras, 1Kg Minyak Goreng, 500 Gram Gula Pasir, 500 Gram Kacang Hijau, dan 30 Butir Telur dianggap tidak memenuhi total jumlah bantuan sebesar 200 ribu yang dirancang oleh Pemerintah Kota Pematangsiantar.
“Kalau kita hitung jumlah total bantuan per paketnya hanya menghabiskan kurang lebih 170 ribu Rupiah, berbeda dengan rancangan Pemko Siantar yang menuliskan jumlah bantuan sebesar 200 ribu Rupiah. Dalam masa sulit ditengah-tengah masyarakat, jangan mempermainkan hak masyarakat. Kita melihat adanya kerugian keuangan Negara atas terjadinya dugaan Mark Up pengadaan barang dan jasa sebesar 467 juta Rupiah,” ungkapnya.
Ia menambahkan, dengan jumlah penerima bantuan sebanyak 15.555 ribu dengan dikalikan 200 ribu Rupiah akan menghabiskan biaya sekitar 3,1 Millyar Rupiah.
“Kita berharap laporan pengaduan ini secepatnya ada titik terang, jangan dengan situasi seperti ini, hak masyarakat disunat oleh Pemerintah Kota,” tutupnya. (RED/KTN)