Oleh : Rudi Samosir
Simalungun-Kliktodaynews
Undang undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT 40/2007), dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (PP 47/2012), menegaskan penerapan Corporate Sosial Responsibility (CSR) atau disebut tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) dimana berdiri sebuah kegiatan usaha dalam bentuk Perseroan Terbatas.
TJSL ini umumnya banyak dalam penerapannya salah kaprah sehingga berdampak pada PT atau memang sengaja dilakukan pihak PT untuk melanggar aturan yang sudah ditetapkan oleh PP.
Pasal 1 ayat 3 UUPT dikatakan jelas bahwa Komitmen Perusahaan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi PT, komunitas setempat dan masyarakat umumnya.
Banyak yang terjadi TJSL disalurkan dalam bentuk sumbangan seperti adanya warga sekitar meninggal dunia, diberikan berupa dana ataupun papan bunga, dan ada dalam bentuk sumbangan sumbangan pada hari besar misalkan hari lebaran, natal dan lainnya.
Pada hakikatnya dalam pasal 1 ayat 3 menegaskan bahwa TJSL adalah sistem pembangunan ekonomi berkelanjutan, yang sifatnya pendampingan ekonomi kerakyatan bagi masyarakat setempat / sekitar, guna meningkatkan kualitas kehidupan.
Kalau merujuk pada UU dan PP tersebut maka dapat dikatakan CSR banyak salah kaprah, banyaknya perusahaan di Kabupaten Simalungun seperti PT Bridgestone, PT.PP Konsumen Bahlias, PT. Harkat Sejahtera, PT. Obor, PT. Asian Agri(Ternak babi tiga runggu), PKS,Bank Bank dan lainnya, kalau mengacu pada peraturan tersebut dapat dipastikan tanggung jawab pemerintah memperhatikan rakyatnya maka akan terbantu, banyaknya penyimpangan penyimpangan program dan kegiatan dalam penerapan “CSR” Menyebabkan ekonomi masyarakat stagnan pada aktifitas sehari harinya.
Katakan saja di Simalungun bawah banyak Home Industri bergerak dibidang makanan ringan atau istilah jajanan, dan pengrajin lainnya membangun kerjasama bukan mengharapkan “TJSL” Melainkan Rentenir yang selalu menjadi pendamping setia mereka,seharusnya ini menjadi bagian dari tanggung jawab sosial banyaknya perusahaan berdiri di daerah tersebut sebut saja PT Unilever, PT. INL dan perusahaan lainnya yang berada di KEK Sei Mangkei.
Semrawutnya kota perdagangan dengan gelimangan sampah dan sungai sebesar Bah Bolon perdagangan hingga kini menjadi lahan empuk pembuangan sampah oleh masyarakat dan umumnya cafe peraup keuntungan dari alam sungai tersebut, fakta bahwa TJSL sebenarnya terjadi kegagalan, atau dapat dikatakan tidak tepat sasaran.
Sungai yang menjadi sumber MCK masyarakat sekitar perdagangan sudah selayaknya mendapat perhatian lewat larangan dan himbauan melalui penerapan CSR memperbanyak kantong / tempat penampungan sampah sementara yang dapat difasilitasi oleh PT sehingga timbul kesadaran akan kelestarian dan tercipta keselarasan alam.
Kota wisata parapat yang ditetapkan bagian dari geopark kaldera toba sendiri gagal dalam menjaga kelestarian alam lewat kesadaran sampah, dapat kita lihat berserakan nya sampah dibeberapa tempat seharusnya itu menjadi fokus sasaran CSR.
Undang undang Nomor 25 Tahun 2007 pasal 15 huruf b diatur wajib melaksanakan TJSL, pasal 16 menjaga kelestarian lingkungan hidup, pasal 34 dikatakan jika tidak menjalankan TJSL, maka selayaknya di beri sanksi:
a. Peringatan tertulis
b. Pembatasan kegiatan usaha
c. Pembekuan kegiatan usaha dan fasilitas
d. Pencabutan kegiatan usaha dan fasilitas.
Ini sebenarnya menjadi hal dan kewajiban masyarakat sekitar yang harus di desak menjadi hak, sebab terkadang ketidaktahuan masyarakat menjadi modal PT untuk tidak menjalankan tanggung jawab sosialnya.
Penulis adalah aktifis Lingkar Rumah Rakyat Indonesia.