Kampar-Kliktodaynews.com
Pemerintah Kabupaten Kampar paksakan pelelangan proyek pengaspalan jalan senilai Rp 85 milyar ditengah pandemi corona virus disease 19 (Covid-19). Aparat penegak hukum diminta tidak lalai.
Proyek pengaspalan jalan tersebut patut diduga kuat tidak dibahas melalui mekanisme peraturan tata tertib DPRD Kabupaten Kampar, karena tidak pernah dibahas oleh komisi IV secara prosedur serta tidak ada rekomendasi dari komisi IV ke Badan Anggaran untuk di bahas di tingkat Badan Anggaran, kata Ketua Fraksi Partai Demokrat, H. Juswari Umar Said, SH, MH, Rabu (13/5/2020).
Namun, tiba-tiba muncul dalam pelelangan. Menurutnya, siapapun terlibat dalam merancang proyek haram sedemikian rupa, tindakannya harus dipertanggungjawabkan secara Hukum.
“Kita minta kepada aparat penegak hukum mengusut tuntas perkara ini,” ucapnya.
Disampaikanya, pokok tahapan kegiatan harus disusun dalam upaya perwujudan bagaimana menjabarkan dokumen RPMD menjadi rancangan kerja pembangunanan daerah (RKPD) setiap tahunnya.
RKPD merupakan dokumen tahunan yang memuat seluruh aspirasi masyarakat, tidak terkecuali termasuk
bagaimana upaya mewujudkan dalam bentuk kebijakan. Setelah RKPD dapat disepakati melalui Musrenbang di tingkat Pemerintah Kabupaten Kampar maka akan dijabarkan lebih lanjut menjadi dokumen KUA dan PPAS.
Kedua Dokumen inilah yang selanjutnya menjadi dasar untuk penyusunan dokumen RKA-SKPD sebagai komponen penyusunan RAPBD tahun berjalan. Mekanisme penyusunan dokumen tersebut harus runtut, bekesinambungan dan berjenjang, yang berpedoman kepada yang berpedoman pada Permendagri Nomor 54 tahun 2010 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi pelaksanaan Rencana Pembangunan, terang Juswari.
Didalam Dokumen RKPD, lanjutnya, salah satu bentuk usulan keterwakilan masyarakat melaui DPRD Kabupaten Kampar yaitu, berupa dokumen pokok-pokok pikiran DPRD Kabuoaten Kampar, yang terangkum ke dalam seluruh urusan kewenangan pemerintah di tingkat Propinsi.
Dengan demikian maka dokumen Pokok-pokok pikiran DPRD Kabupaten Kampar, merupakan dokumen yang sangat penting dan strategis untuk mendasari dan mengarahkan pelaksanaan pembangun.
“Tidak dapat dipungkiri, No Pokir, No APBD,” sebutnya.
Dalam proses perencanan pembangunan, kadang kala pembahasan Pokir lebih lama waktunya jika dibandingkan dengan proses Musrenbang RKPD.
Pokir merupakan pokok-pokok pikiran yang disampaikan oleh DPRD, sebagai tindak lanjut hasil reses para anggota DPRD ke masing-masing daerah pemilihan, untuk ditindaklanjuti dalam bentuk program atau kegiatan di APBD.
Pokir sesungguhnya sudah diatur dalam berbagai regulasi seperti, dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 96 disebutkan, DPRD Provinsi mempunyai fungsi, Pembentukan Perda Provinsi, Anggaran dan Pengawasan.
Kemudian di pasal 104, salah satu sumpah/janji anggota DPRD adalah, “Bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Hal ini dipertegas dengan pasal 108 tentang Kewajiban Anggota DPRD, yaitu butir (i) menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala; butir (j) menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan butir (k) memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya.
Regulasi lain yang mengatur Pokir termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Pasal 54 yang menyebutkan Badan Anggaran DPRD mempunyai tugas dan wewenang memberikan saran dan pendapat berupa pokok pikiran DPRD kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan rancangan APBD sebelum Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) ditetapkan.
Jelas disini dinyatakan Pokir disampaikan sebelum penetapan Perkada RKPD, ungkap Juswari dan lazimnya disampaikan pada saat Musrenbang.
Mekanisme Pokir juga diatur dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Ranperda tentang RPJPD dan RPJMD, serta tata cara Perubahan RPJPD, RPJMD dan RKPD. Pasal 78 ayat 2 dinyatakan, bahwa dalam penyusunan Rancangan Awal RKPD, DPRD memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD berdasarkan hasil reses/penjaringan aspirasi masyarakat sebagai bahan perumusan kegiatan, lokasi kegiatan dan kelompok sasaran yang selaras dengan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang RPJMD.
Selanjutnya pada pasal 178 disebutkan Pokir yang disampaikan setelah melewati batas waktu, akan dijadikan bahan masukan pada penyusunan perubahan RKPD tahun berjalan atau pada penyusunan RKPD tahun berikutnya.
Maka menurut Juswari, proyek tersebut akan membuka pintu masuk aparat penegak hukum untuk melakukan pengusutannya terhadap Proyek pengaspalan jalan sebesar Rp 85 milyar yang dilelang oleh LPSE, yang tidak ada dalam RKPD.
Tender proyek fisik tahun 2020, juga dapat melanggar Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran, serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19, tutupnya. ( HENGKY/KTN )