Kalau tidak ada setoran pajak ke negara, itu sudah berpotensi korupsi,” tegas Panjaitan.
Ia menyebut tindakan tersebut jelas bertentangan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan, di antaranya:
UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Pasal 11 ayat (1) yang mewajibkan izin pemerintah dalam penyelenggaraan telekomunikasi.
UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Pasal 51, yang melarang pemanfaatan jaringan listrik tanpa izin.
UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang mengatur larangan penggunaan tanah negara tanpa izin.
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menegaskan kekayaan negara harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Parulian juga menuding Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kota Pematangsiantar terkesan melakukan pembiaran.
“Ini bukan lagi sekadar kelalaian administratif. Fasilitas negara tidak boleh digunakan seenaknya tanpa izin resmi dan tanpa kontribusi pajak kepada negara,” ujarnya.
DPRD: Perda Masih Dikaji, Tahun Depan Kena Retribusi
Menanggapi hal itu, anggota DPRD Kota Pematangsiantar, Edwin Siahaan, mengakui bahwa regulasi terkait retribusi dan tata kelola pemasangan jaringan internet masih dalam tahap pengkajian.
“Perda masih dikaji. Tahun ini provider melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang akan memberikan sekitar Rp1,2 miliar kepada pemerintah kota. Tahun depan, semua jaringan internet akan dikenakan retribusi resmi,” kata Edwin.
Sementara itu Kabid Tata Ruang dan Bangunan Dinas PUTR Pematangsiantar, Henry Jhon Musa Silalahi ST MEng saat dikonfirmasi melalui pesan Whatapp belum membalas pesan yang dilayangkan wartawan.
