Menyelamatkan Cagar Budaya Siantar dengan Berburu Data

Bagikan :

PEMATANGSIANTAR – Setelah empat belas tahun sejak diundangkan, Kota Pematangsiantar akan segera memiliki Tim Ahli Cagar Budaya (TACB). Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menyebutkan bahwa TACB adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya. Masih dalam Undang-Undang yang sama menyatakan bahwa tiap daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) wajib membentuk TACB yang bersertifikat berjumlah 7-9 orang untuk provinsi, dan 5-7 orang untuk kabupaten/kota. Masa kerja TACB dua tahun dan dapat diangkat kembali.

Pada Juni 2024 Pemerintah Kota Pematangsiantar memberangkatkan enam orang Calon TACB Kota Pematangsiantar untuk mengikuti ujian sertifikasi di Gedung Kemendikbudristek Jakarta. Ke enam orang tersebut : H. Kusma E Ginting SH, M Hamdani Lubis SH (disiplin ilmu hukum), Jalatua Hasugian MA (Sejahrawan USI), Kawan Jatinggi Purba, S.Pd (budayawan Partuha Maujana Simalungun), Dr Corry Purba Msi (Antropolog USI), dan Dr Defri Simatupang MSi (Arkeolog peneliti BRIN). Sebelumnya di tahun 2023, Kota Pematangsiantar untuk pertamakalinya melakukan sidang penetapan cagar budaya namun harus meminta bantuan TACB dari luar. Hasil sidang telah merekomendasikan Gedung Kantor Balai Kota dan Museum Simalungun (sebagai bangunan cagar budaya), dan tiga objek yaitu : Arca Pangulubalang Parorot, Arca Penunggang Gajah dan Arca Bidak Catur (sebagai benda cagar budaya).

Menurut Defri Simatupang sebagai salah seorang peserta ujian, tim sangat solid karena sudah ada pembekalan sebelumnya. “Pak Hotman Damanik, salah seorang TACB Kabupaten Simalungun banyak membantu kami selama persiapan sebelum dan selama ujian di Jakarta. Tinggal menunggu pengumuman dan semoga kami dinyatakan lulus semua”.

Defri Simatupang yang diwawancara melalui telpon mengatakan kalau penyelamatan cagar budaya Siantar-Simalungun kedepannya harus lebih meningkatkan sinergitas semua pemangku kepentingan. “Tidak tertutup kemungkin dimulai dari kolaborasi TACB Kota Pematangsiantar dengan TACB Kabupaten Simalungun dalam berburu data cagar budaya sebanyak-banyaknya karena kedua daerah ini tidak bisa dipisah dilihat dari riwayat sejarah peradabannya”.

Cagar Budaya dalam undang-udang dipahami sebagai warisan budaya berusia lima puluh tahun atau lebih, berupa Benda / Bangunan Cagar Budaya / Struktur Cagar Budaya / Situs Cagar Budaya / Kawasan Cagar Budaya baik di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

“Saya sejak lahir hingga SMA di Siantar, dan sekarang berdomisili di Medan. Dalam dua tahun terakhir kami dengan beberapa sahabat mulai melakukan riset arkeologi di Siantar-Simalungun secara sukarela tanpa dibayar. Kalau mau serius tentu butuh anggaran makanya proposal riset sedang kita ajukan ke BRIN untuk pembiayaannya. Tentu dengan menjadi TACB akan lebih bagus lagi untuk fokus dalam kajian sebelum dilakukan rekomendasi penetapan. Maka dalam hal ini saya pribadi mengapresiasi keseriusan Pemerintah Kota Pematangsiantar” ujar Defri yang merupakan alumnus Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada tahun 2005. (**/KTN)

Bagikan :