Pematangsiantar — Gelombang bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sejak 24 November 2025 menghadirkan kenyataan pahit bahwa kecepatan informasi tidak sejalan dengan kecepatan tindakan.
Menyikapi kondisi tersebut, Eksekutif Kota (EK) Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Pematangsiantar mendesak Presiden Republik Indonesia segera menetapkan status Bencana Nasional. Desakan ini disampaikan pada Kamis (27/11/2025).
Ketua EK LMND Pematangsiantar, Yuda Cristafari, menilai bencana ini tidak lagi dapat dipandang sebagai peristiwa alam semata, melainkan menjadi ujian besar bagi negara.
Luasnya cakupan wilayah terdampak yang menjalar dari satu provinsi ke provinsi lain telah menempatkan ribuan warga dalam situasi penuh ketidakpastian dan mengungkap kelemahan koordinasi lintas pemerintahan.
Yuda menegaskan bahwa lambannya proses evakuasi menggambarkan tidak berjalannya sistem penanganan darurat secara optimal. Banyak korban masih mampu mengirim rekaman kondisi mereka, namun bantuan tak kunjung tiba.
“Di era modern dengan teknologi canggih, rakyat justru harus menunggu di antara puing dan genangan air,” tegasnya.
BNPB melaporkan 174 orang meninggal dunia dan 79 orang masih hilang. Kerusakan infrastruktur terus meluas; pemukiman rusak berat, jalur distribusi terputus, dan sejumlah pelayanan publik lumpuh di banyak titik.
Yuda juga mengutip Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 yang memberikan landasan penetapan tingkat bencana. Pasal 7 ayat (1) huruf c menugaskan negara menentukan tingkatan bencana, sementara ayat (2) menyebut indikator seperti jumlah korban, kerugian materi, kerusakan prasarana, cakupan wilayah, serta dampak sosial ekonomi—semuanya dinilai telah terpenuhi dalam bencana kali ini.
