JAKARTA – Kliktodaynews.com|| Bareskrim Polri menetapkan dua korporasi sebagai tersangka kasus gagal ginjal akut. Kedua korporasi tersebut yakni PT Afi Farma dan CV Samudera Chemical.
Kedua korporasi itu diduga melakukan tindak pidana memproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu.
Adapun modus PT Afi yakni dengan sengaja tidak melakukan pengujian bahan tambahan PG yang ternyata mengandung EG dan DEG melebihi ambang batas. Sementara dari hasil penyidikan ditemukan kandungan EG dan DEG yang melebih ambang batas pada 42 drum berlabel PG di CV Samudera Chemical.
Atas perbuatannya, PT Afi Farma dijerat dengan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Dilansir kliktodaynews.com, Sabtu (11/9/2022), dua perusahaan lainnya ditetapkan tersangka oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Mereka adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries.
“Gagal ginjal sementara korporasinya ya empat, tapi nanti kan ada yang kena administrasi,” ujar Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pipit Rismanto saat dihubungi, Jumat (18/11/2022).
Pipit menjelaskan, pihaknya tidak keberatan BPOM juga ikut melakukan penetapan tersangka dalam kasus gagal ginjal ini. Sebab, BPOM memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan. Apalagi, BPOM memiliki pejabat pegawai negeri sipil (PPNS) yang bisa melakukan penyidikan.
“BPOM itu memang memiliki kewenangan melakukan penegakan hukum, penyidikan, PPNS-nya kan ada terkait dengan produsen-produsen. Karena kan memang tugas mereka melakukan pengawasan,” tuturnya.
Walau begitu, Pipit menekankan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan BPOM telah melalui koordinasi Polri.
Dia menyebutkan, kepolisian dan BPOM sama-sama punya kewenangan di bidang penegakan hukum.
“Bedanya kami dari kepolisian itu menetapkan siapa yang bertanggung jawab itu dari pasien dulu. Ada pasien meninggal, keluarga pasien meninggal, kan kita dalami dulu,” imbuh Pipit. (TIM/KTN)