Pemerintah Diuji Menangani Sebab Bencana Di Kota Wisata Parapat Bersebelahan Kaldera Toba

Bagikan :

Penulis : Rudi Samosir – Mantan Relawan Walhi Sumut Tahun 1999 – 2006

Simalungun-Kliktodaynews.com Banjir dan longsor di Jembatan Sidua dua serta sempat menggenang Kota Parapat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Kabupaten Simalungun, Kamis (13/5/2021). Menuai banyak asumsi masyarakat.

Dalam analogi Disaster Managemen, banjir dan longor adalah anak kandung perambahan hutan (penebangan hutan). Jembatan si dua dua di jalan lintas Pematangsiantar-Parapat bukan kali pertama mengalami longsoran. Namun, banjir yang sebabkan Kota Parapat sesaat lumpuh, bukan keseringan yang terjadi.

Menjadi sebuah pertanyaan apakah hutan diatas tersebut sudah tidak memiliki pepohonan lagi, atau memang hutan diatas tersebut Hutan Tanaman Industri (HTI) milik salah satu perusahaan swasta berbahan baku kayu?.

Masyarakat mengatakan itu akibat perambahan liar (penebangan liar). Sebagian mengatakan itu dampak dari perusahaan kayu yang ada disitu seenaknya saja menggerus kayu di tanah batak. Tidak jarang masyarakat juga mengatakan itu murka Tuhan.

Kalau ditarik dari sudut pandang Disasster Management tidak mungkin ada sebab tanpa ada akibat. Ada thesis, sintesis dan antithesis. Tidak mungkin air melaju kencang jika ada penghalangnya. Tidak mungkin volume air besar turun dari bukit jika bukit memiliki pohon pohon penyerap air yang tinggi.

Dilema saat ini terjadi, Kaldera Toba dengan kampanye wisatanya dan hutan / pohon yang dihancurkan dengan dampingan wisatanya. Hal ini dua sisi yang berlawanan. Boleh dikatakan antar air dan minyak.

Konsisten pemerintah telah dibuktikan dengan perlahan menertibkan keramba yang menjadi salah satu korban kerusakan keindahan Danau Toba. Kemudian terjadi penyurutan air danau toba, pemerintah lakukan hujan buatan, bukan lakukan penelitian kenapa airnya bisa surut seiring perkembangan industrialiasisi hutan.

Pemerintah Pusat saat ini di uji untuk serius khususnya diwilayah seputaran Danau Toba menindak penebangan liar hutan yang ada. Sehingga dapat meningkatkan wisata alam danau toba.

Banyaknya truck logging yang saat ini melintas, sebabkan, pandangan turis mancanegara enggan berkunjung dan lebih memilih menuju pulau Dewata Bali.

Sejarah penghentian logging di Bona Pasogit hanya pernah dilakukan Rezim pemerintahan Gusdur. Jika hasil dampak Banjir dan Longsor yang ada penyebabnya perambahan tersebut, sanggupkan Pemerintah Jokowi seperti Gusdur, atau kita akan bangkitkan Gusdur dari istirahatnya untuk menjawab semua ini.

Semoga ada Tim Khusus yang dibentuk Presiden Jokowi untuk melakukan analisa case bencana ini, sehingga diketahui penyebab sebenarnya bencana tersebut. Dan semoga pemerintah lebih objektif melihat industrialisasi di tano batak, dengan melihat hasil aktifitas rakyatnya, bukan melihat eksploitasi hutannya jelas merusak alam, dan disandingkan dengan wisata alam Kaldera Toba.

Mari lestarikan alam, tangkap perusak hutan dan tutup aktifitas eksploitasi hutan kelestarian tanah batak.

Bagikan :