Kronologis Pemecatan Ruslan Buton

Bagikan :

Kliktodaynews.com Ruslan Buton adalah eks prajurit TNI AD dengan pangkat terakhur Kapten Infantri. Ruslan Buton di pecat dari keanggotaan militernya akibat perbuatan penganiayaan berat kepada seorang tersangka pelaku kejahatan di daerah Maluku Utara pada awal bulan Oktober 2017. Atas perbuatannya tersebut, pengadilan militer memberikan sanksi berupa pemecatan dari anggota TNI.

bahwa Ruslan Buton sedang bertugas sebagai Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau dengan 10 anak buahnya. Kala itu, ada seorang yang bernama La Gode, petani cengkeh yang pencuri singkong parut 5 kilogram seharga Rp 200 ribu. Karena perbuatannya, ia ditahan di Pos Satuan Tugas Daerah Rawan—TNI kerap menyingkatnya ‘Satgas Ops Pamrahwan’—Batalyon Infanteri Raider Khusus 732/Banau, Lede, Pulau Taliabu, Maluku Utara.

Pada 24 Oktober 2017 jam 04.30, dia dianiaya hingga tewas di Pos Satgas Ops Pamrahwan. Sekujur tubuh La Gode berlumur luka. Gigi atas dan bawah dicabuti hingga ompong. Kuku di jempol kaki kanan copot. Bagian bibir, mata, hingga pipi kanannya bengkak.

Dari 10 anggota Satgas Ops Pamrahwan yang telah terindikasi kuat turut melakukan kekerasan dan dipastikan bahwa salah satunya ialah Kapten Inf Ruslan Buton, Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau.

Kronologi Terbunuhnya La Gode

La Gode, 31 tahun, pekerjaanm utamanya adalah petani cengkeh. Sementara istrinya, 28 tahun, adalah berdagang. Bersama tiga anak mereka, keluarga ini tinggal di Desa Balohang, Pulau Taliabu, sekitar dua hari dua malam dengan kapal laut dari Ternate, ibu kota Maluku Utara. Pulau Taliabu terletak di antara Pulau Sulawesi dan Maluku.

Pada 24 Oktober 2017, keluarga itu berselimut duka ketika menyaksikan sekujur tubuh La Gode berlumur luka. Gigi atas dan bawah dicabuti hingga ompong. Kuku di jempol kaki kanan dicabut. Bagian bibir, mata, hingga pipi kanannya bengkak. Kondisi itu bikin keluarga menduga La Gode “dianaya” hingga meninggal “dalam kondisi tak wajar.”

Dua minggu sebelumnya, menurut dokumen kronologi peristiwa dari keluarga korban, La Gode kepergok mencuri singkong parut 5 kg seharga Rp20 ribu milik seorang warga bernama Egi. Orang Maluku menyebut singkong parut itu sebagai kasbi gepe, singkong pahit yang diparut lalu diperas hingga menyisakan saripati lantas dijemur hingga kering. Kasbi gepe dipakai sebagai bahan utama untuk aneka penganan lokal Maluku.

Saat mencuri, seorang bintara yang mengepalai kepolisian Pos Lede, Brigadir Mardin, membawa La Gode ke Pos Satuan Tugas Daerah Rawan—TNI kerap menyingkatnya ‘Satgas Ops Pamrahwan’—Batalyon Infanteri Raider Khusus 732/Banau, di bawah komando Korem 152/Baabulah dan Kodam XVI/Pattimura. Alasannya, pos polisi setempat tak punya ruang tahanan.

Lima hari kemudian, atau 15 Oktober, sebelum jam 6.00 pagi waktu setempat, La Gode melarikan diri, menuju rumah dan sempat bertemu istrinya yang berdagang. Istrinya bertanya: Mengapa lari dari pos satgas tentara dan mengapa ia bisa dibawa ke tempat itu?

La Gode mengakui telah mencuri kasbi gepe dan siap bertanggung jawab untuk mengganti kerugian dengan uang Rp 200 ribu atau berapa pun sesuai keinginan pemilik gepe. Tapi, menurut istrinya dari obrolan dengan La Gode, polisi yang menangkapnya tak peduli atas tawaran tersebut.

La Gode bercerita ia dipukuli oleh tentara di Pos Satgas TNI. Bagian dadanya nyeri bekas dipukul, kata istrinya. Tak tahan atas penyiksaan itu, ia pun memutuskan untuk melarikan diri.

Tetapi, pada dini hari tanggal 23 Oktober, La Gode ditangkap kembali oleh anggota kepolisian Pos Lede, anggota Satgas TNI, dan anggota Babinsa (tentara tingkat bintara yang bertugas “membina desa” di setiap Koramil). La Gode dibawa paksa ke Pos Satgas TNI. Ia diinterogasi dan dipukuli lagi. Kali ini penyiksaan lebih keras sampai ia tewas.

Menurut keterangan keluarga, La Gode tewas pada 24 Oktober sekitar pukul 04.30 dengan “kondisi tidak wajar.” Di hari itu, sekitar pukul 13.00, mayat korban diantar ke Puskesmas Lede, dengan mendatangkan dokter dari kabupaten, untuk proses visum. Sesudahnya, jenazah dibawa ke rumah keluarga korban dengan ambulans Puskesmas Lede. Adik sepupu La Gode berkata via telepon kepada redaksi Tirto bahwa tentara dan polisi melarang keluarga mengabadikan kondisi mayat korban

Kasus penganiayaan yang mengakibatkan terbunuhnya La Gode ini sempat menjadi sorotan para anggota dewan, sebab telah terjadi pelanggaran HAM apalagi dilakukan oleh prajurit TNI yang seharusnya melindungi rakyatnya.

Setelah dipecat dari TNI. Ruslan Buton kemudian mendirikan Yayasan Serdadu Eks trimatra Nusantara yang beranggotakan para mantan prajurit TNI untuk melanjutkan perjuangan mereka membela Ibu Pertiwi.

Yayasan ini juga telah dideklarasikan pada 25 Januari 2020 di Gedung Joeang’45, jalan Menteng Raya No. 31 Menteng Jakarta. Sabtu dan Ruslan Buton sendiri yang menjadi Ketua Umumnya.

Acara deklarasi tersebut dihadiri oleh pengurus dan eks anggota prajurit dari tiga kesatuan, dan sempat hadir pula Mayjend (Purn) Soenarko dan Sri Bintang Pamungkas dan wakil Pemprov DKI Jakarta.

Sumber : Kontras

Bagikan :