Jakarta-Kliktodaynews.com
Pada Rabu (22/4/2020), di beberapa ATM Bank Banten terjadi antrean panjang. Masyarakat rupanya melakukan pengambilan uang alias rush di bank yang sebelumnya bernama Bank Pundi itu. Rush terjadi setelah Gubernur Banten Wahidin Halim memindahkan dana kas daerah di Bank Banten ke Bank BJB. Rupanya masyarakat khawatir Bank Banten tak lagi memiliki uang tunai. Wahidin bilang, pemindahan dana kas daerah itu setelah Bank Banten terlambat menyalurkan dana bagi hasil (DBH) pajak dan dana jaring pengaman sosial seharusnya selesai disalurkan 17 April 2020 lalu. Pada Februari 2020, ada Rp 181 miliar lebih DBH pajak dan Rp 709,21 miliar dana jaring pengaman yang telat disalurkan.
Kemudian dalam Rapat Pembahasan Likuiditas Bank Banten pada 21 April 2020 bersama Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten, disepakati oleh Bank Banten tidak likuid dan mengalami stop kliring. “Sehingga dibutuhkan aksi pemindahan dana kas daerah,” ujar Wahidin dalam keterangan resmi, Kamis (23/4/2020). Meski sudah beberapa kali berpindah tangan, rupanya keuangan Bank Banten masih belum banyak berubah. Mari kita kembali ke tahun 2009, saat Bank Banten masih bernama Bank Eksekutif. Itu sebabnya kode saham bank ini adalah BEKS. Pemiliknya adalah keluarga Widjaja. Rinciannya Lunardi Widjaja 53,15 persen, Lusiana Widjaja 10,29 persen, Irawati Widjaja 4,99 persen, Sinthyawati Widjaja 4,99 persen, Setiawan Widjaja 4,82 persen, dan publik 21,76 persen.
Menjelang akhir tahun 2009 kondisi bank ini memburuk. Pada November 2009, Bank Indonesia (BI) yang saat itu masih menjadi pengawas perbankan mengultimatum manajemen agar menambah modal sehingga rasio kecukupan modal (CAR) bisa meningkat menjadi 8 persen.
Sepekan kemudian, manajemen Bank Eksekutif menambah modal sehingga CAR bisa di atas 10 persen. Namun bank tersebut masih dibelit tingginya rasio kredit bermasalah (NPL). BI akhirnya memberi ultimatum kepada Bank Eksekutif untuk memperbaiki kondisinya hingga 31 Maret 2010. Tapi pada 19 Februari 2010, BI meminta Keluarga Widjaja untuk mencari investor baru. Rupanya pemegang saham lama tidak punya dana atau give up. Maka, masuklah Recapital Group milik Rosan P. Roeslani dan Sandiaga Uno sekitar Juni 2010. Recapital ingin mengulang kesuksesan ketika menguasai Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN)
Nama Bank Eksekutif dikubur dan menjadi Bank Pundi dan peresmian besar-besaran pada September 2010 di kawasan Monas, Jakarta. Saat itu kawasan Monas dipenuhi pedagang kecil seperti tukang sayur dan sembako, sebagai simbil berubahnya bisnis bank. Ya, Bank Eksekutif sebelumnya fokus kepada sektor korporasi, Bank Pundi menitikberatkan strategi pada pengembangan pembiayaan di sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Hasil transformasi bisnis Bank Pundi sejak tahun 2011 terlihat dengan ekspansi cabang di berbagai kota besar dan jmlah karyawan meningkat. Di akhir tahun 2012, jaringan Bank Pundi sebanyak 207 kantor yang tersebar di hampir seluruh kota besar di Indonesia dengan jumlah karyawan sebanyak 8.200 orang. Dari sebelumnya 187 kantor dan jumlah karyawan sebanyak 6.691 orang. Hanya sekitar enam tahun menguasai Bank Pundi, pada tahun 2016 Banten Global Development milik Peprov Banten menguasai Bank Pundi. Lalu menyulap namanya menjadi PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk dengan merek Bank Banten. Namun sepertinya warga Banten hanya seumur jagung mempunya BPD. Kembali ke cerita di awal tulisan ini, Wahidin, mengalihkan rekening kas Pemprov Banten yang ternyata merupakan bagian rencana merger.
Wahidin sebagai Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank Banten meneken kesepakatan awal lewat letter of intent (LoI) dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank BJB alias PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Tbk (BJBR).. “Saya sudah sampaikan ke berbagai pihak untuk menyelamatkan Bank Banten dan OJK telah memfasilitasi. Upaya lain juga sudah dilakukan, bulan Maret lalu, saya menemui Direktur BJB Syariah agar bisa merger untuk membentuk bank syariah,” jelas Wahidin. Inikah akhir kisah Bank Eksekutif atau Bank Pundi alias Bank Banten?
Sumber : Kompas.com