Arist Merdeka Sirait Angkat Bicara Terkait Kejadian Siswa Seminari Di Kabupaten Sikka Dihukum Makan Kotoran Manusia

Komnas Perlindungan Anak
Bagikan :

Jakarta-Kliktodaynews.com Terkait kasus puluhan siswa seminari yang dihukum makan kotoran, Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia Arist Merdeka Sirait memberikan atensi dan meminta Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sika Maumete, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengusut kasus memalukan dan menjijikan itu untuk menindak pendamping siswa Seminari itu. Rabu (26/02/2020)

Untuk mengawal advokasi hukum atas peristiwa ini, Komnas Perlindungan Anak Indonesia Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Sikka membentuk Tim Advokasi dan Rehabilitasi Sosial Anak. Tim ini akan bekerja untuk memberikan dampingan hukum dan berkordinasi dengan Polres Sikka dan dampingan psikososial anak, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait

Ketentuan UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor: 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi dasar LPA untuk melakukan pendampingan siswa Seminari Bunda Segala Banga Naumere, sebab itu merupakan kekerasan fisik yang dapat diancam dengan pidana penjara minimal 5 tahun.

Lebih lanjut Arist menjelaskan, Petistiwa yang menghukum siswa dengan menyulangkan kotoran manusia ke mulut para siswa sebagai hukuman adalah tindakan diluar akal manusia. Tindakan ini merupakan tindakan atau perlakuan yang tidak dapat diterima oleh akal sehat kemanusiaan dan bisa ditoleransi. jelasnya.

Peristiwa ini bermula dimana sebanyak 77 dari 89 siswa kelas 7 Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga disiksa oleh tiga orang pendamping siswa seminari.

Sebanyak 77 siswa tersebut dipaksa makanan feses atau kotoran manusia oleh 3 pendamping pada, Rabu 19 Februari 2020 lalu.

Salah seorang siswa yang menjadi korban menceritakan, setelah makan siang ia bersama teman-teman kembali ke asrama untuk beristirahat, namun tiba di asrama, salah satu pendamping menemukan kotoran manusia dalam kantong plastik di sebuah lemari kosong.

Setelah itu pendamping memanggil semua siswa dan menanyakan siapa yang menyimpan kotoran itu. Karena tidak ada yang mengaku, lalu pendamping tersebut langsung menyendok kotoran itu, lalu disuapkan ke dalam mulut para siswa.

Mereka pun terpaksa menerima perlakuan itu tanpa perlawanan, “kami terima dan pasrah’ jijik sekali tetapi kami tidak bisa melawan”, ujar siswa kelas 7 yang tak ingin namanya disebut ,Selasa 25 Februari 2020.

Para siswa tidak melaporkan perlakuan kejam atas perlakuan dari pendamping kepada orang tua masing-masing karena takut akan disiksa nantinya. Menurut dia setelah para murid disiksa kedua pendamping menyuruh mereka agar tidak menceritakan persoalan itu keluar seminari. Namun, setelah kejadian itu ada 1 orang temannya yang lari ke rumah orangtuanya untuk memberitahukan hal itu kepada orang tua.

Kasus itu pun terbongkar pada Jumat 21 Februari 2020 ketika ada orang tua siswa yang menyampaikan hal tersebut di dalam grup WA grup humas sekolah.

Martinus salah satu orang tua murid merasa sangat kecewa terhadap perlakuan pendamping asrama yang menyiksa anak-anak dengan memaksa makan kotoran manusia, menurut saya pihak sekolah harus beri tindakan tegas bagi para pelaku yang salah ditindak tegas. Bila perlu dipecat ujar Martinus.

Atas kejadian ini saya memutuskan untuk memindahkan anak saya dari sekolah ini. “biar pindah dan mulai dari awal di sekolah lain saja”, katanya.

Martinus mengatakan secara psikologis anak-anak mendapatkan perlakuan kotor dari pendamping dapat dipastikan terganggu jika terus bertahan di sekolah itu. Sementara itu, pihak seminari Bunda Segala Bangsa menggelar rapat dengan orang tua siswa terkait hal itu, namun mereka enggan untuk berkomentar saat diwawancarai awak media.

Untuk memastikan kasus ini tidak terulang lagi dilingkungan sekolah di NTT dan di daerah lainnya, Komnas Perlindungan Anak dengan LPA Kabupaten Sikka akan segera nengagendakan melakuan kunjungan kerja ke Seminar Segala Bangsa, dan Pejabat Dinas Pendidikan Kabupaten Sikka.

Sumber : Komnas Perlindungan Anak Indonesia

Bagikan :