WASHINGTON – Presiden AS Donald Trump mengakui, opsi militer guna menyelesaikan krisis politik Venezuela sudah ada di meja kerjanya.
AS, kata Trump, siap menerjunkan pasukan ke negara itu.
Hal itu dikemukakan Trump dalam sebuah wawancara dengan televisi CBS, dikutip Russia Today, Minggu (3/2/2019).
Meski menyebut pilihan itu belum diputuskan, dari perbatasan Kolombia-Venezuela, warga melaporkan kehadiran helikopter militer dalam jumlah besar.
Disebut, helikopter itu bukan dari militer Kolombia, tapi diduga kuat berciri militer AS.
Dalam rekaman video pendek dikutip Syria News, serombongan helikopter militer melintas di kota kecil dekat perbatasan Kolombia-Venezuela.
Dalam pernyataan terbarunya, Trump mengulang sikap Washington terkait kemelut Venezuela.
Ia mengakui pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai Presiden Venezuela yang sah.
Sementara Nicolas Maduro disebutnya pemimpin ilegal.
“Baiklah, saya tak ingin mengatakan secara pasti, tapi ini (intervensi militer) sesuatu yang jadi pilihan,” kata Trump menjawab pertanyaan tentang intervensi militer dan kepentingan keamanan nasional negaranya.
Menurutnya, Venezuela adalah negara yang sangat penting di dunia.
Trump mengakui, ada upaya dari pihak Maduro untuk berdialog dengan Washington, namun ia menolaknya karena sudah tidak relevan.
Sikap politik AS yang mengakui Juan Guaido ini didukung banyak negara, termasuk Uni Eropa.
Rusia, China, Iran, Turki, Suriah, Bolivia, Kuba, menjadi bagian yang menolak aksi sepihak AS, dan tetap mengakui Maduro sebagai pemimpin yang sah di Venezuela.
Sabtu (2/2/2019), Juan Guaido mengerahkan ribuan pendukungnya, membanjiri kota Caracas guna menuntut mundurnya pemerintahan Maduro.
Sebaliknya, para pendukung Maduro, juga menggelar aksi yang sama. Jumlah mereka seimbang.
Militer Venezuela sejauh ini masih menyatakan setia pada Maduro.
Penegasan posisi militer itu disampaikan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Venezuela, Jenderal Vladimir Pedrino.
Meski demikian, Atase Militer Venezuela di AS membangkang dan menyatakan mendukung Juan Guaido, Demikian pula Dubes Venezuela di Irak juga membelot ke kelompok oposisi.
Seorang jenderal Angkatan Udara juga menyatakan pro-oposisi.
Ahli hukum internasional asal AS yang pernah jadi utusan khusus Dewan HAM PBB untuk Venezuela, Alfred de Zayas, menilai, negara itu kini jadi front perang dagang dan politik antara AS dan China.
“Venezuela mungkin masuk dalam palagan perang antara AS-China,” kata De Zayas dikutip Sputniknews.
Hal itu menurutnya bisa dirunut dari sejumlah peristiwa yang membuat Washington akhirnya membekukan asset perusahaan migas Venezuela.
Ini ada kaitan kuat dengan bisnis minyak yang dijalankan Caracas dengan Beijing.
Menkeu AS dalam pernyataan 28 Januari 2019, menyatakan memblokade asset PDVSA -perusahaan migas Venezuela- senilai 7 miliar dolar AS.
Beijing langsung merespon keputusan ini.
“Kami menentang setiap sanksi sepihak,” kata jubir Kemenlu China.
Pada Desember 2018, Reuters melaporkan, anak usaha PDVSA, Venezuelan Petroleum Corporation (CVP) dan China National Petroleum Corporation (CNPC) meneken kerjasama bisnis signifikan.
Keduanya meneken kontrak kerjasama impor minyak selama 7 bulan, guna membantu pelambatan ekonomi Venezuela akibat harga minyak dunia yang terjun bebas.
Kedua perusahaan ini telah bekerjasama sejak 2006.
Menurut Alfred de Zayas, PDVSA seharusnya segera melakukan perlawanan hokum atas sanksi baru AS.
Posisi PDVSA menurutnya sangat kuat, namun De Zayas menyangsikan netralitas pengadilan di AS. (Tribun)